Pihak KPK Hadir, Sidang Praperadilan Jilid II Setya Novanto Dilaksanakan
Sidang ini kali adalah pembacaan permohonan materi oleh pihak pemohon. Pembacaan dilakukan oleh kepala tim kuasa hukum Ketut Mulya Arsana.
Penulis: Fahdi Fahlevi
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sidang praperadilan jilid II Setya Novanto akhirnya dilaksanakan setelah dua kubu pemohon dan termohon dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hadir di ruang sidang Utama, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jln Ampera Raya, Jakarta Selatan, Kamis (7/12/2017).
Ini adalah sidang lanjutan setelah pada 30 November 2017 lalu, KPK tak dapat hadir di sidang perdana.
Baca: Menunggu Sejak Lama, Orangtua Ini Akhirnya Memiliki Empat Bayi Sekaligus
"Ya silakan pihak pemohon untuk membacakan," ujar Hakim tunggal Kusno.
Sidang ini kali adalah pembacaan permohonan materi oleh pihak pemohon. Pembacaan dilakukan oleh kepala tim kuasa hukum Ketut Mulya Arsana.
Di kubu terlapor tampak Kepala Biro Hukum KPK Setiadi bersama enam orang tim hukum KPK.
Seperti diketahui, Setya Novanto mengajukan gugatan praperadilan pada 15 November 2017 lalu, setelah ditetapkan kembali menjadi tersangka oleh KPK.
Praperadilan ini merupakan kali kedua untuk Novanto. Novanto pernah berhadapan dengan KPK di praperadilan sebelumnya.
Praperadilan sebelumnya dipimpin oleh Hakim Cepi Iskandar. Dirinya lolos dari status tersangka setelah diputus memenangi praperadilan.
Setelah itu, KPK kembali menetapkan Novanto sebagai tersangka pada kasus yang sama. Novanto kemudian mengajukan praperadilan kembali.
Dalam kasus e-KTP, Setya Novanto diduga bersama sejumlah pihak menguntungkan diri sendiri, orang lain, atau korporasi.
Adapun sejumlah pihak itu antara lain Direktur Utama PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudihardjo, pengusaha Andi Agustinus atau Andi Narogong, dua mantan Pejabat Kemendagri Irman dan Sugiharto.
Setya Novanto juga diduga menyalahgunakan kewenangan dan jabatan saat menjabat Ketua Fraksi Partai Golkar.
Dirinya diduga bersama sejumlah pihak tersebut, Novanto diduga ikut mengakibatkan kerugian negara Rp 2,3 triliun, dari nilai paket Rp 5,9 triliun.
Novanto disangkakan melanggar Pasal 2 Ayat 1 Subsider Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.