Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Dedi Mulyadi Tidak Setuju Penentuan Calon Kepala Daerah Tersentralistik di DPP Golkar

"Pada tahun 2008 seorang calon kepala daerah kalau nyalon cukup rekomendasi provinsi,"

Penulis: Muhammad Zulfikar
Editor: Adi Suhendi
zoom-in Dedi Mulyadi Tidak Setuju Penentuan Calon Kepala Daerah Tersentralistik di DPP Golkar
TRIBUN/DANY PERMANA
Ketua DPD I Golkar Jawa Barat Dedi Mulyadi. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, M Zulfikar

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua DPD I Partai Golkar Jawa Barat, Dedi Mulyadi mengkritik proses rekomendasi yang dilakukan Dewan Pimpinan Pusat (DPP) bagi seorang kader untuk mengikuti kontestasi pemilihan kepala daerah (Pilkada).

Dirinya menilai, apa yang pernah terjadi di masa lampau dengan saat ini sungguh sangat jauh berbeda.

Baca: Agung Laksono Sedih Setya Novanto Ditinggal Otto Hasibuan dan Fredrich

Dulu rekomendasi cukup dari pengurus provinsi.

Namun, sekarang harus dapat persetujuan dari pusat.

"Pada tahun 2008 seorang calon kepala daerah kalau nyalon cukup rekomendasi provinsi, syarat nyalon di KPU cukup oleh DPD Kabupaten," kata Dedi dalam sebuah diskusi di kawasan Menteng, Jakarta, Jumat (8/12/2017).

Baca: Otto Hasibuan dan Fredrich Mundur Dampingi Kasus Korupsi e-KTP Setya Novanto, Begini Fakta-faktanya

BERITA REKOMENDASI

Pria yang juga menjabat sebagai Bupati Purwakarta itu menyanyangkan semua keputusan pencalonan saat ini harus persetujuan dari DPP Partai.

Dimana persyaratan calon ‎harus direkomendasi DPP Partai melalui rapat pleno.

"Saat ini syarat pencalonan harus berdasarkan rekomendasi DPP dan harus ditandatangani Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal," tuturnya.

Baca: KPK Pertanyakan Bukti yang Digunakan Pihak Setya Novanto

Dirinya tidak setuju dengan adanya sistem yang sentralistik tersebut dimana keputusan berpusat di DPP Partai.


‎Padahal dinamika politik di daerah baik di Kabupaten, Kecamatan atau Provinsi adalah pengurus DPD itu sendiri.

"Ini artinya membuat sistem politik yang tersentralistik dimana sistem itu hanya berlaku pada partai yang komando," katanya.

Baca: KPK Minta Persidangan Praperadilan Setya Novanto Konsisten Sesuai Jadwal

"‎Sedangkan Golkar yang orang cerdasnya sangat banyak, dinamikanya kuat tidak cocok dengan sistem kepartaian komando seperti ini," tambah dia.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas