Di Acara Maulid Nabi, Fatayat NU Serukan Pembelaan ke Palestina
Hal ini menunjukkan bahwa kecintaan dan kerinduan alam kepada sosok agung yang penuh panutan tak kan lekang oleh jaman.
Editor: Husein Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peringatan maulid Nabi Muhammad SAW banyak diperingati di berbagai penjuru dunia oleh sebagian besar umat islam.
Hal ini menunjukkan bahwa kecintaan dan kerinduan alam kepada sosok agung yang penuh panutan tak kan lekang oleh jaman.
Justru, berbagai peristiwa yang terjadi akhi-akhir ini semakin membuat umat islam rindu akan internalisasi nilai-nilai perdamaian dan kasih sayang yang selalu beliau tunjukkan selama masa hidupnya.
Pada momen peringatan maulid Nabi Muhammad SAW tahun 2017 ini, PP. Fatayat NU mengusung tema acara “Maulid Kebangsaan” yang digelar pada Sabtu, 16 Desember 2017 di halaman gedung PBNU Jakarta.
Secara implisit acara ini menyampaikan pesan bahwa dulu Nabi berjuang dan memperjuangkan seluruh hidupnya tidak hanya untuk misi penyebaran agama Islam saja, tetapi juga pemersatu bangsa dengan tetap berpegang teguh pada nilai-nilai kemanusiaan dan keberagaman.
Sejak kelahiran Nabi, alam ini terus mengalami revolusi positif di berbagai sendi kehidupan. Mulai dari keyakinan, agama, budaya, perdamaian atau sisi membangun sebuah negara.
Kalau kita mau mengulik kembali kisah tentang piagam madinah dimana kala itu Nabi sebagai seorang pemimpin tertinggi negara menunjukkan sikap dan perilaku yang sangat egaliter dengan melibatkan berbagai pihak untuk merancang sebuah komitmen bersama demi terciptanya perdamaian suatu bangsa.
Seandainya Nabi berkehendak untuk merumuskannya sendiri tentu sangat mungkin, tetapi inilah nilai yang ditunjukkan oleh seorang pemimpin agung bahwa perdamaian, persamaan hak dan kebebasan dalam keberagaman menjadi kunci utama sebuah negara dapat hidup dengan tentram.
“Karena ketika satu negara berkembang dalam kondisi yang stabil dan aman, maka dapat dipastikan kualitas kehidupan masyarakatnya juga terjamin dengan baik”. Tutur ketua umum PP. Fatayat NU, Anggia Ermarini dalam sambutannya.
Terkait dengan maraknya aksi penolakan dunia atas sikap Presiden AS, Donald Trump yang secara sepihak melegitimasi Yerussalem sebagai ibukota Israel, Anggia juga menuturkan bahwa Trump telah melanggar kesepakatan dunia yang dapat memicu konflik berkepanjangan.
“Yerussalem sudah diakui oleh PBB dan dunia sebagai ibukota dari Palestina dan dianggap sebagai kota suci oleh tiga agama, maka ketika Trump bersikap sepihak seperti ini ya sama saja dia siap menantang dunia” ujarnya.
Senada dengan sikap pemerintah RI dan tokoh-tokoh agama lainnya, baik dirinya secara pribadi atau lembaga yang dipimpinnya menolak keras atas upaya yang dilakukan oleh Donald Trump.
Potensi konflik yang berkepanjangan antara Israel dan Palestina semakin memperburuk kondisi masyarakat Palestina terutama bagi perempuan dan anak yang sudah banyak sekali menjadi korban.
Disamping itu, ironis sekali ketika AS terus mengklaim diri sebagai sebuah negara demokratis namun ternyata sama sekali tidak menunjukkan itikad baik atas perdamaian Israel-Palestina justru memicu konflik global dengan kasus ini dengan pengakuan sepihaknya.