Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Peran Santri Strategis di Tengah Tahun Politik Kebencian

Tahun 2017 dinilai sebagai tahun ‘politik kebencian’. Sepanjang 2017 media sosial diwarnai berita hoaks dan ujaran kebencian.

Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Peran Santri Strategis di Tengah Tahun Politik Kebencian
nusantaramengaji.com
Ilustrasi para santri. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tahun 2017 dinilai sebagai tahun ‘politik kebencian’. Sepanjang 2017 media sosial diwarnai berita hoaks dan ujaran kebencian.

Sebagai puncaknya, terungkapnya jaringan Saracen oleh Direktorat Tindak Pidana Siber Bareksrim Mabes Polri semakin menguatkan fakta tersebut.

Saracen sebagai sindikat penyedia jasa konten kebencian di media sosial. Kelompok ini memanfaatkan isu SARA yang merebak menjelang hingga pasca-Pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2017. Akun yang terafiliasi Saracen mencapai 800 dan motifnya ekonomi.

Dua tahun mendatang akan menjadi ajang pertarungan politik identitas dan pembentukan kongsi-kongsi politik untuk memenangkan pilkada dan pilpres.

Baca: Ketika Dunia Internasional Melirik Islam Nusantara

Pada 2018 ada setidaknya 170 pemilihan kepala daerah, termasuk pemilihan gubernur di tiga provinsi favorit, yaitu Jawa Barat, Jawa Timur dan Jawa Tengah. Ketiga provinsi itu merupakan penyumbang suara dominan yang berharga dalam Pemilihan Presiden/Wakil Presiden 2019.

Direktur Islam Nusantara Center (INC)A Ginanjar Sya’ban mengatakan,

BERITA REKOMENDASI

di tengah kuatnya arus politik sektarian berbasis pada agama, ras, dan etnis, yang juga menjadi fenomena global saat ini, kalangan santri mempunyai posisi yang strategis.

Diantara yang paling mengemuka ialah politik sektarian sehingga, Pilkada 2018 rentan dipolitisasi dengan isu-isu agama yang mengarah pada sektarianisme.

“Politisasi isu agama itu menyebabkan rentannya kerukunan beragama,” kata dia saat pemaparan refleksi akhir tahun 2017 yang digelar Islam Nusantara Center (INC), di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Kamis (28/12/2017).

Dia menyebutkan ketidakpuasan publik akan politik sektarian akan menjadi tantangan. Sebenarnya, indikasi pemindahan tegangan politik dari level elite ke level massa sudah terjadi sejak 2014.

Saat itu, kata dia, politik dinilai gagal menjadi sarana moderasi konflik, tapi malah justru berbalik menjadi sarana mempertajam konflik dengan menyeret-nyeret massa dalam ajang perebutan kekuasaan.


“Potensi konflik akibat tegangan politik masih akan membayangi kontestasi politik 2018 dan 2019 mendatang,” kata alumni al-Azhar, Kairo, Mesir ini.

Dia menegaskan karena itulah, kalangan santri yang mengusung Islam rahmatan lil alamin menjadi tumpuhan mencegah politik kebencian tersebut.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas