Ajukan Justice Collaborator, Mantan Pejabat Bakamla Ingin Ungkap Keterlibatan Ali Fahmi
Choirul mengatakan kliennya tidak akan menyasar atasannya yakni Kepala Badan Keamanan Laut RI Laksamana Madya Arie Soedewo.
Penulis: Eri Komar Sinaga
Editor: Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Terdakwa Mantan Kabiro Perencanaan dan Organisasi Badan Keamanan Laut RI Nofel Hasan mengajukan diri sebagai Justice Collaborator (JC) dalam kasus korupsi pengadaan drone dan monitoring satelite tahun anggaran 2016.
Kuasa Hukum Nofel, Choirul Huda mengatakan pengajuan kliennya sebagai justice collaborator untuk mengungkap peran Ali Fahmi atau Fahmi Habsiy.
Menurut Choirul, memiliki peran yang sangat besar pada kasus tersebut.
Baca: Anggota TGUPP Pencegahan Korupsi Bantah Jadi Tim Sukses Anies-Sandi di Pilkada DKI
"Ali Fahmi yang masih buron lebih berkomunikasi karena kalau pas penyidikan dia ada peran dan lebih banyak berkomunikasi," kata Choirul usai sidang pembacaan surat dakwaan di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu (3/1/2018).
Ali Fahmi sampai hari ini tidak pernah berhasil didatangkan ke persidangan. Jejaknya tidak diketahui dan tidak pernah bisa ditemukan walau telah dicari KPK.
Choirul mengatakan kliennya tidak akan menyasar atasannya yakni Kepala Badan Keamanan Laut RI Laksamana Madya Arie Soedewo.
Baca: Warga Geger Penemuan Puluhan Telur Ular Berbisa di Bak Pasir Sekolah
Dalam surat dakwaan, Ali Fahmi alias Fahmi Habsiy adalah narasumber atau staf khusus Bidang Perencanaan dan Anggaran Arie Soedewo.
Pada Maret 2016, Ali Fahmi bertemu dengan pemilik perusahaan PT Merial Esa Fahmi Darmawansyah.
Pada pertemuan itu, Ali Fahmi menawarkan kepada Fahmi Darmawansyah untuk 'mainproyek' di Bakamla.
Jika bersedia ,Fahmi Darmawansyah harus mengikuti arahan Ali Fahmi supaya dapat memenangkan pengadaan di Bakamla dengan syarat Fahmi Darmawansyah memberikan 'fee' sebesar 15 persen.
Pada kasus tersebut, Nofel didakwa bersama-sama dengan Eko Susilo Hadi dan Bambang Udoyo menerima uang 104.500 Dolar Singapura dari Direktur PT Melati Technofo Indonesia/Merial Esa Fahmi Darmawansyah.
Uang itu diberikan karena Nofel telah menyusun dan mengajukan anggaran pengadaan drone dan monitoring satelite Bakamla yang telah disahkan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara perubahan (APBN-P) tahun anggaran 2016 yang dimenangkan oleh perusahaan yang dimenangkan perusahaan Fahmi.
Berdasarkan surat dakwaan, Kepala Badan Keamanan Laut Laksamana Madya Arie Soedewo meminta jatah 7,5 persen dari nilai kontrak.
Diketahui, Eko Susilo Hadi telah divonis pidana penjara empat tahun dan denda Rp 200 juta subsidair dua bulan kurungan.
Sementara Bambang Udoyo yang disidangkan di Pengadilan Militer divonis 4 tahun 6 bulan, diharuskan mengganti kerugian Rp 200 juta subsidair tiga bulan penjara. Bambang Udoyo juga dipecat dari dinas TNI AL.