Penentang Tambang Emas Tumpang Pitu Dibelenggu Pasal Komunisme
Perjuangan warga Desa Sumberagung, Banyuwangi, Jawa Timur, menolak tambang emas di kawasan Gunung Tumpang Pitu dicemari tuduhan menyebarkan komunisme.
Editor: Content Writer
Perjuangan warga Desa Sumberagung, Banyuwangi, Jawa Timur, menolak tambang emas di kawasan Gunung Tumpang Pitu dicemari tuduhan menyebarkan komunisme.
Sangkaan itu bermula ketika dua spanduk penolakan tambang –yang dibuat warga, ada logo palu-arit. Kini, empat warga sudah dijadikan tersangka. Tapi para pegiat lingkungan di Jawa Timur, meyakini penersangkaan ini hanyalah cara licik untuk menyurutkan perjuangan warga. Berikut kisah lengkapnya seperti dilansir dari Program Saga produksi Kantor Berita Radio (KBR).
Pagi di akhir Juli, pintu ke Polres Banyuwangi ditutup dan dijaga puluhan personel. Sementara di luar, puluhan orang memaksa masuk.
Setelah bernegosiasi, polisi hanya membolehkan lima orang ke dalam. Sedang selebihnya, membubarkan diri dan ada pula yang menunggu di emperan toko –letaknya berada persis di depan kantor Polres.
Puluhan orang itu adalah warga Desa Sumberagung, Kecamatan Pesanggaran, Banyuwangi. Kehadiran mereka hendak mengantar teman, yang hari itu akan diperiksa polisi atas kasus dugaan penyebaran komunisme. Dimana logo palu-arit terpampang di spanduk milik mereka kala menggelar aksi demonstrasi menolak tambang emas di kawasan Gunung Tumpang Pitu.
Dalam kasus penyebaran komunisme ini, polisi telah menetapkan empat warga Desa Sumberagung sebagai tersangka. Mereka: Budiawan, Trimanto, Andreas, dan Ratna. Polisi pun mengklaim mengantongi bukti kuat.
Juru bicara Polres Banyuwangi, Bakin, menyebut kini berkas ke-empat tersangka sudah hampir rampung. Hanya perlu keterangan tambahan.
“Tidak apa- apa pengacara mau paham lain tidak apa–apa penyidik sudah ada kekuatan pasal tersendiri itu kan penafsioran pengacara, haknya pengacara dong membela si klianya. Penyidik juga punya penafsiran tersendiri pasal yang disangkakan kepada yang bersangkutan. Tentunya sudah ada bukti yang terdahulu, bukti sudah kita miliki semua, alat bukti sudah kita sita hanya JPU kemarin memberikan P 18 dalam arti kata penyidik memberikan tambahan keterangan kembali. Tetap berjalan, namanya P 18 berkas sudah ada di JPU, kalau P 18 diberikan petunjuk penyidik wajib hukumnya penyidik memberikan tambahan kembali,” ujar Bakin.
Musibah yang menimpa warga Desa Sumberagung, bermula dari gencarnya penolakan mereka atas tambang emas di daerah Gunung Tumpang Pitu. Berbagai aksi sudah dilakoni sejak 2008 silam. Sial, tak pernah ditanggapi pemda. Terakhir, aksi demo dilakukan 4 April lalu.
Rencananya, mereka akan berkumpul terlebih dahulu di rumah Budiawan –seorang warga setempat, sebelum menuju lokasi demo. Tapi, hingga batas waktu yang ditentukan, massa tak kunjung datang lantaran hujan deras.
Budiawan lantas bercerita, rencana diubah menjadi aksi pemasangan spanduk penolakan di sepanjang pantai Pulau Merah hingga ke kantor kecamatan Pesanggaran. Tujuannya, agar masyarakat Banyuwangi tahu perjuangan mereka.
Total ada 11 spanduk yang dipasang di sepanjang jalan itu. Isinya: penolakan terhadap perusahaan tambang PT Damai Suksesindo –mitra PT Bumi Suksesindo. Kedua perusahaan itu adalah penambang.
Pemasangan spanduk dimulai sekira pukul 12.30 siang dan selesai pukul 16.00 sore. Setelahnya, warga kembali ke rumah masing-masing. Malamnya, Budiawan didatangi dua pria yang mengaku intel Kodim dan Koramil setempat.
Di situlah dikatakan bahwa dua spanduk warga terpampang logo mirip palu-arit atau simbol komunis. Kedua intel itu juga menunjukkan foto spanduk yang dimaksud. Mengetahui hal itu, Budiawan kaget bukan main. Pasalnya dia tak tahu menahu keberadaan logo palu-arit itu.
Warga lain, Suraji, juga menjamin tak ada logo palu-arit di 11 spanduk mereka. Sebab dia sendiri ikut ketika memasang. Ia begitu kecewa dengan tuduhan polisi. Pasalnya, perjuangan mereka menolak tambang emas harus dicemari dengan sangkaan menyebarkan komunisme. Padahal, sedari awal aksi warga murni demi menjaga lingkungan dari kerusakan akibat tambang.
Tapi pernyataan warga, tak dipedulikan polisi. Sejak 11 April, polisi mulai menyelidiki dan mendatangi sejumlah rumah warga yang ikut memasang spanduk. Tujuannya mencari bukti. Total sudah 22 orang yang diperiksa.
Selang tiga hari, Kepolisian Banyuwangi menetapkan empat warga Desa Sumberagung sebagai tersangka. Mereka dikenakan pasal tentang kejahatan terhadap keamanan negara dengan menyebarkan komunisme. Ancaman penjara 12 tahun.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.