Ketua Umum Puja Kessuma: Pilkada Jangan Sampai Merobek Persatuan
Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak akan digelar pada 27 Juni 2018 di 171 daerah, yakni 17 provinsi, 39 kota, dan 115 kabupaten.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak akan digelar pada 27 Juni 2018 di 171 daerah, yakni 17 provinsi, 39 kota, dan 115 kabupaten.
Pendaftaran calon kepala daerah dibuka Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada 8-10 Januari 2018 ini. Ketua Umum Putra Jawa Kelahiran Sumatera, Sulawesi dan Maluku (Puja Kessuma) Suhendra Hadi Kuntono meminta para calon kepala daerah agar tetap menjaga persatuan dan kesatuan bangsa.
“Jangan sampai persatuan dan kesatuan Indonesia koyak gara-gara kontestasi dalam pilkada,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Senin (8/1/2018).
Konflik berskala nasional, kata Suhendra, bisa dipicu oleh konflik di skala regional, apakah provinsi, kota atau kabupaten, sehingga penting bagi para calon kepala daerah untuk tetap menjaga iklim kondusif di daerah masing-masing.
“Apa yang dikatakan kandidat pasti akan diikuti pendukung. Kalau kandidat tetap cool (sejuk) dansmart (cerdas) dalam berkontestasi, niscaya situasi politik di daerah pun tetap kondusif,” jelasnya.
Baca: Pilkada Serentak 2018, Ketua PBNU: Perbedaan Bukan Hal yang Haram
Ia meminta para kandidat agar jangan menebar isu suku, agama, ras dan antargolongan (SARA) dalam kampanyenya, seperti yang terjadi di Jakarta pada Pilkada 2017 lalu, yang menyebabkan rakyat Ibu Kota nyaris terpecah dan berimbas ke tingkat nasional.
“Paparkan program, jangan usung isu SARA,” pinta mantan Ketua Tim Penyelesaian Pelanggaran HAM Indonesia-Vietnam ini.
Setiap kandidat, kata Suhendra, harus siap menang dan siap kalah, jangan hanya siap menang. “Kalau menang jangan umuk (sombong), kalau kalah jangan ngamuk. Kekuasaan itu bukan tujuan, tapi sarana untuk menyejahterakan rakyat,” paparnya.
Suhendara juga minta para kandidat dan parpol pendukungnya agar tidak menebar money politics (politik uang), karena selain masuk tindak pidana korupsi, politik uang juga tidak mendidik rakyat. “Implikasi lanjutannya, begitu kandidat terpilih maka yang pertama muncul di benaknya adalah bagaimana bisa kembali modal. Segala cara akan dihalalkan, termasuk main proyek danngembat APBD,” jelasnya.
Raja Kecil
Suhendra berpesan agar para kandidat tidak berlagak raja kecil bila terpilih. Ia tak memungkiri, era otonomi daerah juga menimbulkan efek negatif, antara lain munculnya kepala daerah yang berlagak raja kecil di daerahnya. Mereka pun membuat peraturan daerah (perda) seenaknya, seperti perizinan tambang.
Untuk memperbesar kekuasaan, mereka berprinsip, “kalau bisa dipersulit, mengapa dipermudah?” “Sebab itu, tidak heran bila kemudian banyak kepala daerah ditangkap KPK karena terlibat suap terkait perizinan,” papar Ketua Kelompok Kerja Perancangan Formulasi Peraturan Daerah Nasional 2016 bentukan Kementerian Hukum dan HAM yang merupakan inisiatif Puja Kessuma menyikapi moratorium dari Presiden Joko Widodo terkait ribuan perda bermasalah ini.
Suhendra pun menawarkan solusi, yakni perlunya dibentuk Badan Sinkronisasi Kebijakan Pemerintah Pusat dan Daerah, atau apa pun namanya, yang jelas tugas badan tersebut ialah melakukan sinkronisasi kebijakan pemerintah pusat dan pemerintah daerah, terutama menyangkut perda bermasalah.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.