Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
DOWNLOAD
Tribun

Permintaan Mahar Saat Pilkada Berpotensi Munculkan Praktik Korupsi Politik

Alasannya uang itu diperlukan untuk membayar transport dan akomodasi relawan atau petugas saksi Tempat Pemungutan Suara (TPS).

zoom-in Permintaan Mahar Saat Pilkada Berpotensi Munculkan Praktik Korupsi Politik
TRIBUNNEWS.COM/HERUDIN
Kordinator Komite Pemilih Indonesia (Tepi) Jeirry Sumampouw, Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraeni, dan Koordinator Sigma Indonesia Said Salahuddin (kiri ke kanan), menjadi pembicara pada diskusi terkait Pilkada DKI Jakarta, Senin (9/7/2012). Diskusi ini menyoal wacana penundaan Pilkada DKI Jakarta 2012 karena permasalahan DPT. TRIBUNNEWS/HERUDIN 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Polemik mahar politik yang marak di pilkada serentak kini lebih terbuka dibanding pelaksanaan pilkada sebelumnya.

Bahkan, Partai politik (Parpol) mulai terbuka soal permintaan uang ke calon kepala daearah. 

Alasannya uang itu diperlukan untuk membayar transport dan akomodasi relawan atau petugas saksi Tempat Pemungutan Suara (TPS).

Hal tersebut dikhawatirkan akan memunculkan praktik korupsi politik, sebab ketika seorang calon itu nanti menjabat maka akan berupaya mengembalikan dana yang telah dikeluarkan.

"Jadi rasional ketika biaya besar (dikeluarkan) dikejar kembali untuk impas saat berkuasa. Ini tentu saja tidak boleh menjadi tradisi,“ kata Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini, Senin(15/1/2018).

Ia mengatakan, praktik semacam itu tidak boleh dianggap wajar dalam pilkada atau pemilu.

“Tentu saja meminta sejumlah biaya untuk saksi, dan kampanye tidak boleh dianggap wajar," ujar Titi.

Berita Rekomendasi

Menurut Titi, gaji kepala daerah tidak akan mampu mengembalikan biaya yang dikeluarkan.

Akhirnya, kata dia, perselingkuhan pun dimulai mengingat kepala daerah punya akses anggaran, kebijakan, maupun birokrasi.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Voxpol Pangi Chaniago menilai, masyarakat harus bisa lebih mempertimbangkan parpol yang sangat ngotot urusan mahar.

Karena mahar menjadi biang kerok korupsi yang selama ini terjadi.

“Kalau kita sisir dari hulu hingga hilir maka bisa dipastikan salah satu faktor masalahnya adalah persoalan mahar. Dan imbasnya adalah tingginya cost politic,” papar Pangi.

Selain itu, tingginya biaya mahar juga membuat minat menjadi kepala daerah makin menurun.

Belum lagi ditambah, biaya atribut, akomodasi relawan hingga ongkos lobi-lobi.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Klik Di Sini!
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
×

Ads you may like.

© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas