Hakim di Jakarta Paling Banyak Dilaporkan ke Komisi Yudisial Tahun 2017
"Tidak semua laporan dapat dilakukan proses sidang pemeriksaan panel atau pleno, karena laporan yang masuk perlu diverifikasi kelengkapan persyaratan"
Penulis: Eri Komar Sinaga
Editor: Choirul Arifin
Laporan Reporter Tribunnews.com, Eri Komar Sinaga
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hakim di DKI Jakarta menempati urutan teratas dari seluruh provinsi yang ada di Indonesia yang dilaporkan masyarakat ke Komisi Yudisial (KY) sepanjang tahun 2017.
Jumlah yang diterima KY dari laporan masyarakat terhadap dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) di Jakarta sebanyak 318 laporan atau sebesar 21,59 persen dari total laporan.
Urutan kedua ditempati oleh Jawa Timur sebanyak 174 laporan atau 11,81 persen, kemudian Jawa Barat sebanyak 123 laporan atau 8,35 persen, Sumatera Utara sebanyak 115 laporan atau 7,81 persen, Sulawesi Selatan sebanyak 73 laporan atau 4,96 persen.
Selanjutnya adalah Provinsi Jawa Tengah sebanyak 64 laporan atau 4,34 persen, Riau sebanyak 62 laporan atau 4,21 persen, Sumatera Selatan sebanyak 48 laporan atau 3,26 persen, Sumatera Barat sebanyak 41 laporan atau 2,78 persen, dan Nusa Tenggara Barat sebanyak 40 laporan atau 2,72 persen.
"Tidak semua laporan dapat dilakukan proses sidang pemeriksaan panel atau pleno, karena laporan yang masuk perlu diverifikasi kelengkapan persyaratan," kata Juru Bicara Komisi Yudisial Farid Wajdi di Jakarta, Selasa (16/1/2018).
Menurut Farid, hanya laporan yang memenuhi syarat administrasi dan substansi yang dapat diregistrasi. Untuk tahun 2017 KY menyatakan laporan yang memenuhi persyaratan adalah sebanyak sebanyak 411 laporan masyarakat.
Dari pengalaman KY menangani laporan masyarakat, salah satu alasan rendahnya persentase laporan masyarakat yang dapat diproses karena masih kurangnya pemahaman masyarakat terhadap persyaratan yang harus dilengkapi dalam melaporkan hakim yang melanggar KEPPH.
Selain itu, banyak laporan yang ditujukan ke KY berisi permohonan untuk dilakukan pemantauan persidangan. Ada juga laporan yang diteruskan ke Badan Pengawasan Mahkamah Agung (Bawas MA) terkait wewenang Bawas MA dan teknis yudisial.
"Banyak juga laporan yang tidak dapat diregistrasi karena bukan kewenangan KY. Seperti meminta perlindungan hukum, keberatan terhadap substansi putusan, meminta KY mengubah putusan, atau meminta membatalkan putusan," kata Farid.
Baca: Sandiaga: Becak di Kopta New York Punya Rute Khusus dan Dioperasikan untuk Wisata
Baca: Idrus Marham dan Moeldoko Masuk Jajaran Menteri Kabinet Kerja
Bahkan ada laporan yang meminta pendapat hukum atau fatwa hukum dari KY. Kurangnya pemahaman masyarakat ini menjadi tantangan KY untuk lebih mengoptimalkan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat terkait wewenang KY dan tata cara laporan masyarakat.
Dari 411 laporan yang telah diregistrasi, 277 berkas telah dianotasi dan dilakukan pemeriksaan kepada pelapor, saksi dan/atau ahli. Proses lanjutan laporan adalah pelaksanaan sidang panel dengan putusan laporan masyarakat terkait dugaan pelanggaran KEPPH dapat ditindaklanjuti (DL) atau tidak dapat ditindaklanjuti (TDL). Sidang panel dilakukan secara tertutup dan bersifat rahasia. Berdasarkan keputusan sidang panel, sebanyak 74 Laporan dapat ditindaklanjuti dan 148 Laporan tidak dapat ditindaklanjuti.
Dari 74 laporan yang dapat ditindaklanjuti sepanjang 2017, KY telah melakukan pemeriksaan terhadap 477 orang, terdiri atas 36 orang kuasa pelapor, 88 orang pelapor, 303 orang saksi (ahli), dan 50 orang hakim terlapor.