Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
DOWNLOAD
Tribun

Hakim Cecar PNS Sultra yang Titipkan Mobil BMW di Rumah Dinas Nur Alam

Sidang lanjutan terdakwa Nur Alam, Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra) nonaktif kembali digelar di Pengadilan Tipikor

Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Sanusi
zoom-in Hakim Cecar PNS Sultra yang Titipkan Mobil BMW di Rumah Dinas Nur Alam
TRIBUNNEWS/HERUDIN
Gubernur Sulawesi Tenggara nonaktif Nur Alam menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Selasa (31/10/2017). Berkas perkara Nur Alam terkait kasus penyalahgunaan wewenang dalam penerbitan Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2008 hingga 2014 telah lengkap dan siap untuk disidangkan. TRIBUNNEWS/HERUDIN 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - ‎Sidang lanjutan terdakwa Nur Alam, Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra) nonaktif kembali digelar di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (24/1/2018).

Dalam sidang tersebut, Jaksa Penuntut Umum pada KPK menghadirkan lima saksi yakni Rido Insana (PNS Pemprov Sultra), George Hutama Riswantyo alias Guntur (pengusaha), Hendri Yuslin (Direktur Terminal Motor), Endang Chaerul (staff keuangan PR Billy), dan Vivi Marliana (Administrasi di Terminal Motor).

Hakim Ketua Diah Siti Basariah sempat mencecar saksi Rido karena diduga membeli sebuah mobil BMW Z4 atas perintah Nur Alam. Di persidangan, Rido mengaku mobil mewah seharga Rp 1 miliar itu adalah miliknya, yang dibeli di PT Terminal Motor dengan uang muka Rp 150 juta.

"Anda beli mobil dari mana?" tanya jaksa pada Rido di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (24/1/2018).

"Itu uang saya sendiri. Selain PNS saya juga pengepul emas. Sejak kuliah juga saya sudah punya BMW, saat kuliah, saya tiga kali ganti BMW," ucap Rido menjawab pertanyaan jaksa.

Selanjutnya ‎hakim sempat mencecar mobil BMW Z4 yang dititipkan di Rumah Dinas Nur Alam. Hakim dibuat terheran-heran seorang PNS bisa menitipkan mobil mewah.

Terlebih lagi, mobil itu disebut-sebut sering digunakan oleh putra Nur Alam yakni Radhan. Menurut Rido, dia menitipkan mobil yang kini sudah dijual karena dia tidak memiliki rumah di Kendari.

Berita Rekomendasi

Bukan hanya soal mobil yang dititipkan di Rumah Dinas, hakim juga menggali soal nomor kendaraan mobil warna hitam dengan nomor polisi B 4 N itu. Mobil ini, nyaris sama dengan nomor polisi mobil Nur Alam R 4 BN.

"Saya pakai B 4 karena waktu kuliah sudah pakai itu, dulu B 4 HG. Kemudian yang ini cari lagi, kebetulan bisa dibaca BAN. Saya memang menitipkan disana, soal dipakai oleh siapa saya tidak tahu," ungkap Rido.

Hakim kembali penasaran mengapa mobil itu berplat B, Jakarta bukan plat Kendari. Menurut hakim, sebagai putra daerah seharusnya Rido bangga menggunakan plat daerah asalnya.

"Kamu itu kenapa harus cari nomor polisi ‎yang Jakarta, kamu kan putra daerah, harusnya bangga dengan daerahmu. Mobil pribadi kok dititipkan, ini kan pertanyaan besar," tegas hakim.

"Siap yang mulia.‎ Saya domisili di Jakarta sejak 1995. Orang tua saya dulu PNS pernah jadi Kakanwil di Sulawesi, dan sering pindah-pindah," sambung Rido.

Lebih lanjut, hakim memberikan kesempatan pada Nur Alam untuk memberikan pertanyaan atau sanggahan. Soal mobil tersebut, Nur Alam menyatakan ‎rumah dinasnya memang biasa menjadi lokasi parkir.

"Soal mobil, saya mohon maaf yang mulia. Rumah Jabatan Gubernur Sultra luasnya 8 hektare. Yang parkir disana banyak kendaraan ada dinas, pribadi dan dari berbagai kolega di Kendari. Siapapun kalau kenal baik, tidak bahaya, mobil bisa diparkir disana. Ada bagian perlengkapan yang mengurusi. Rido juga sudah lapor saya soal dia titipkan mobil. Untuk penggunaan itu diluar pengetahuan saya termasuk mobil mutasi ke Jakarta dan saya tengah sudah dijual," terang Nur Alam.

Dalam sidang sebelumnya, Senin (20/11/2017) Nur Alam didakwa bersama-sama dengan Kepala Bidang Pertambangan Umum pada Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Sulawesi Tenggara, Burhanuddin dan Direktur PT Billy Indonesia, Widdi Aswindi menerima hadiah Rp 2.781.000.000‎.

Selain memperkaya diri sendiri, perbuatan terdakwa juga memperkaya PT Billy Indonedia sebesar Rp 1.593.604.454.137.

Penerimaan uang itu yakni terkait pemberian Persetujuan Pencadangan Wilayah Pertambangan, persetujuan Izin Usaha Pertambangan (IUP), Eksplorasi dan Persetujuan Peningkatan IUP ‎Eksplorasi menjadi IUP Operasi Produksi kepada PT Anugerah Harisma Barakah (AHB).

Atas perbuatan terdakwa negara disebut menderita kerugian sebesar Rp 4.325.130.590.137. Atau setidak-tidaknya Rp 1.596.385.454.137

Nur Alam diancam pidana Pasal 2 ayat 1 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHPidana.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Klik Di Sini!
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
×

Ads you may like.

© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas