Soal Pelanggaran Etik Arief Hidayat, Busyro: MK Tak Banyak Belajar Moral Dari Kasus Sebelumnya
Busyro Muqoddas mengatakan gejala demoralisasi yang terjadi di tubuh Mahkamah Konstitusi (MK) bukan hanya baru sekali terjadi.
Penulis: Rina Ayu Panca Rini
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com,Rina Ayu
TRIBUNNES.COM,JAKARTA - Ketua PP Muhammadiyah Busyro Muqoddas mengatakan gejala demoralisasi yang terjadi di tubuh Mahkamah Konstitusi (MK) bukan hanya baru sekali terjadi.
Mantan komisioner KPK ini mengatakan reaksi demoralisasi MK sudah di mulai saat Komisi Yudisial tidak memiliki kewenangan untuk melakukan pengawasan terhadap MK.
Baca: 700 Anak-anak Mendaftar Lihat Fenomena Langka Super Blue Blood Moon di Taman Ismail Marzuki
"Artinya apa secara institusional itu, justru MK bulat dengan 9 hakim MK punya paradigma pemikiran, bahwa dengan tidak bisa diawasinya, (lembaga MK itu)," kata Busyro di gedung dakwah PP Muhammadiyah, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (30/1/2018).
Lanjut Busyro, pelajaran moral didapat MK ketika Operasi Tangkap Tangan KPK menimpa ketua sekaligus hakim MK Akil Mochtar terkait suap sengketa Pilkada.
Baca: 5563 Orang Mendaftar Online Untuk Melihat Fenomena Super Blue Blood Moon di TIM
"Apa artinya kasus tersebut menggambarkan bahwa di MK terjadi pergeseran moral yang luar biasa di mana MK di mana dengan kewenangan yang ada tadi (tak dapat diawasi KY)," kata Busyro.
MK disebutkan Busyro kembali mendapatkan pelajaran moral saat hakim Patrialis Akbar terjerat kasus hukum.
"Apa itu belum cukup jadi pelajaran moral bagi MK berikutnya, ternyata belum, dengan kasus Patrialis Akbar. lagi-lagi demokrasi dicederai secara moral. Nafsu menonjol, nafsu apa nafsu duit. Suap ya duit itu sendiri bahkan itu juga menjadi pembuktian korupsi demokrasi," tegas Busyro.
Baca: Periksa Kepala Dinas Hingga Dosen, KPK Telisik Aliran Fee untuk Bupati Kebumen
Baru-baru ini, Ketua dan hakim MK Arief Hidayat terbukti melakukan pelanggaran kode etik.
"Kemudian sekarang kita lihat lagi oleh hakim MK, tidak tanggung-tanggung ketuanya, mau bilang apa lagi kita dengan akal waras kita. Konsep negarawan (di hakim MK) dengan kasus-kasus ini makin kabur," ucapnya.
Dengan demikian, sebagai bagian masyarakat sipil ia beranggapan kesalahan yang berulang itu tidak bisa ditoleransi.
Baca: 14 Fakta Penting Di Balik 6 Jam Kunjungan Jokowi ke Afghanistan
"Gejala sosiologis tentang apa yang terjadi dalam bentuk tragedi demoralisasi di MK sudah cukup dan gak bisa ditolernasi lagi. Sekali saja sebenarnya sudah cukup kok. Ketika Akil Mochtar dulu," ungkapnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.