Kepala Bakamla Bantah Perintahkan Bagi-bagi Jatah Proyek Satelit Monitoring
Arie Soedewo yang menggunakan kemeja batik berwana merah ini menampik adanya bagi-bagi jatah proyek
Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Badan Keamanan Laut (Bakamla) Arie Soedewo hadir menjadi saksi dalam sidang lanjutan kasus dugaan suap pengadaan satelit monitoring dan drone Badan Keamanan Laut di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (31/1/2018).
Dalam kesaksiannya, Arie Soedewo yang menggunakan kemeja batik berwana merah ini menampik adanya bagi-bagi jatah proyek pengadaan satelit monitoring di lembaga yang dipimpinnya.
Kesaksian itu diberikan untuk terdakwa Mantan Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi Bakamla Nofel Hasan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat.
Awalnya Majelis Hakim Pengadilan Tipikor bertanya apakah Arie sempat menanyakan ke Deputi Informasi Hukum dan Kerjasama Bakamla Eko Susilo Hadi terkait jatah untuk Bakamla dari proyek tersebut.
“Saya nggak pernah mempertanyakan yang mulia,” kata Arie.
Baca: Ada 17 Kabupaten dan Kota Lain di Papua dengan Cakupan Imunisasi Sangat Rendah
Selanjutnya hakim menanyakan kebenaran adanya jatah sekitar Rp 1 miliar yang diterima Nofel Hasan dari proyek tersebut, Arie mengaku tidak tahu. Dia mengaku mengetahuinya dari persidangan yang bergulir.
“Saya tahu-nya pas saya ikuti sidang,” kata Arie.
Arie juga membantah soal bagian yang diterima oleh Nofel, Eko, dan Direktur Data dan Informasi Bakamla Laksma Bambang Udoyo dari Direktur Utama PT Melati Technofo Indonesia (MTI) Fahmi Darmawansyah berdasarkan arahan dari dirinya.
“Saya tidak memerintahkan itu,” ujar dia.
Diketahui dalam dakwaan Nofel Hasan, Arie Soedewo dan Eko Susilo Hadi membahas pembagian fee. Arie Soedwo menyampaikan jatah Bakamla sebesar 7,5 persen dari nilai pengadaan dan dua persennya diserahkan lebih dulu ke Eko.
Uang itu diserahkan pada 14 November 2016 di kantor Bakamla oleh Muhammad Adami Okta (orang kepercayaan Fahmi Darmawansyah) kepada Eko Susilo Hadi sejumlah USD 10 ribu dan Euro 10 ribu dalam amplop cokelat yang juga berisi kertas catatan perincian pengeluaran uang yang akan diserahkan ke Bakamla. Eko lalu menyampaikan itu ke Nofel Hasan dan Bambang Udoyo.
Rincian uang yang akan diberikan dari jatah dua persen adalah Rp 1 miliar untuk Nofel Hasan, Rp 1 miliar untuk Bambang Udoyo, Rp 2 miliar untuk Eko Susilo Hadi, dan sisanya dipegang Adami Okta lebih dulu. Uang diminta agar disiapkan dalam dolar Singapura.
Penyerahan uang dilakukan pada 25 November 2016 sekitar pukul 10.00 WIB yang diberikan Adami Okta bersama Hardy Stefanus dengan membawa uang 104.500 dolar Singapura ke ruang kerja Nofel di kantor Bakamla.