Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
DOWNLOAD
Tribun

Elektabilitas Jokowi Masih Terganjal Masalah Ekonomi, Isu Primordial dan Buruh Asing

Elektabilitas Jokowi belum aman karena terganjal tiga hal di antaranya masalah ekonomi.

Penulis: Gita Irawan
Editor: Dewi Agustina
zoom-in Elektabilitas Jokowi Masih Terganjal Masalah Ekonomi, Isu Primordial dan Buruh Asing
TRIBUNNEWS.COM/LENDY RAMADHAN
Preisden RI, Joko Widodo (Jokowi) secara resmi menutup perdagangan saham Bursa Efek Indonesia (BEI) di gedung BEI, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Selatan, Jumat (29/12/2017). Dalam acara tersebut, Presiden Jokowi mengingatkan untuk tidak terpengaruh informasi media sosial yang tak jelas sumbernya. (TRIBUNNEWS.COM/LENDY RAMADHAN) 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Elektabilitas atau tingkat keterpilihan Joko Widodo masih tinggi dibanding nama-nama tokoh lain yang diperkirakan juga bakal maju sebagai calon presiden pada 2019.

Meski demikian, elektabilitas Jokowi belum aman karena terganjal tiga hal di antaranya masalah ekonomi.

Tingginya tingkat elektabilitas Jokowi terlihat pada hasil penelitian yang dilakukan Lingkar Survei Indonesia, lembaga survei yang dinakhodai, Denny JA.

Lembaga tersebut mempublikasikan hasil survei terbarunya pada Jumat (2/2/2018) siang.

Tiga hal yang mengganjal elektabilitas Jokowi adalah masalah ekonomi, isu primordial, dan yang terakhir adalah isu buruh asing.

Survei menujukkan, sebesar 52,6 persen responden menyatakan bahwa harga-harga kebutuhan pokok makin tinggi.

Baca: Zumi Zola Diduga Terima Gratifikasi dari Dua Kasus Berbeda

Berita Rekomendasi

Sementara 54 persen responden menyatakan bahwa lapangan kerja sulit didapatkan.

Sedangkan 48,4 persen responden menyatakan bahwa pengangguran meningkat.

Lingkar Survei Indonesia juga menilai Jokowi rentan terhadap isu primordial.

Isu Islam politik diprediksikan akan mewarnai Pilpres 2019 seperti yang terjadi pada Pilkada DKI meski dengan kadar yang berbeda.

Hal ketiga yang bisa mengganjal Jokowi adalah isu buruh negara asing, terutama dari Cina.

Survei menunjukkan baru 38,9 responden yang mendengar isu tersebut.

Dari mereka yang mendengar 58,3 persen menyatakan sangat tidak suka atas isu atau informasi itu.

Hanya 13,5 persen yang menyatakan suka atau tidak bermasalah dengan isu itu.

Survei tersebut dilakukan terhadap 1.200 responden yang dipilih berdasarkan multi stage random sampling.

Baca: KPK Pinjam Mesin Penghitung Uang Pasca Ditemukannya Brankas di Vila Milik Keluarga Zumi Zola

Wawancara tatap muka dengan responden dilakukan serentak di 34 provinsi dari tanggal 7 sampai tanggal 14 Januari 2018.

Margin error dalam survei tersebut kurang lebih 2,9 persen.

Survei tersebut dibiayai sendiri sebagai bagian layanan publik LSI Denny JA.

Survei tersebut dilengkapi dengan riset kualitatif seperti FGD, media analisis, dan wawancara narasumber secara mendalam.

Mengenai pendamping Jokowo pada pilpres, Lembaga Survei Indonesia juga telah melakukan pemetaan.

LSI membagi lima jenis wapres di antaranya tokoh berlatar belakang militer, berlatar belakang Islam, berlatar belakang partai politik, pemimpin atau gubernur provinsi strategis, dan berlatar belakang profesional.

Untuk wapres berlatar belakang militer, ada tiga nama paling menonjol yakni Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) yang tingkat popularitasnya 71,2 persen.

Dua nama lainnya adalah Gatot Nurmantyo yang popularitas 56,5 persen dan Moeldoko yang popularitasnya 18 persen.

Baca: Jokowi Tidak Tersinggung Aksi Zaadit Tiup Peluit Sambil Mengacungkan Buku Kuning

"Meskipun popularitas Moeldoko masih rendah, namun masuknya Moeldoko dalam kabinet Jokowi membuka peluang," jelas peneliti LSI, Adjie Alfaraby di kantot LSI, Jakarta TImur, Jumat siang.

Pada cawapres berlatar belakang Islam, ada dua nama yang menonjol yakni Muhaimin Iskandar atau Cak Imin yang popularitasnya 32,4 persen dan Gubernur NTB, TGH M Zainul Majdi (TGB), yang popularitasnya sebesar 13,9 persen.

"Cak Imin sudah pula mulai aktif melakukan sosialisasi sebagai cawapres. Sungguh pun tingkat pengenalan Zainul Majdi masih rendah, namun tingkat kesukaan publik yang mengenalnya sangat tinggi, di atas 70 persen," kata Adjie.

Pada cawapres berlatar partai politik, ada dua nama yang muncul yakni Airlangga Hartarto yang popularitasnya 25 persen dan Budi Gunawan sebesar persen.

"Budi Gunawan saat ini menjabat sebagai Kepala BIN. Sejarah membawanya melambung dengan simbol PDIP. Sementara Airlangga Hartarto juga datang tak terduga. Sejarah pula yang membawanya menjadi ketum Golkar dalam "injury time," dan momen menentukan," ucap Adjie.

Presiden Joko Widodo
Presiden Joko Widodo (youtube)

Cawapres berlatar belakang partai hanya memperhitungkan PDIP dan Golkar.

Menurut Adjie, pertimbangannya adalah kedua partai itu punya kekuatan bargaining lebih besar dibanding partai lain.

Cawapres yang berasal dari provinsi terbatas pada empat provinsi strategis yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.

Dari keempat itu, hanya Anies Baswedan yang muncul. Ketiga provinsi besar lain baru akan melakukan pemilihan kepala daerah Juni 2018 nanti.

"Keempat daerah ini disebut strategis karena populasi pemilihnya sangat besar. Keempat daerah ini juga punya daya tarik media," katanya. (gita irawan)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Klik Di Sini!
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas