UU MD3 Disahkan, DPR Dinilai 'Membunuh' Demokrasi
dengan disahkannya revisi UU MD3, DPR sama saja "membunuh" hak berbicara demokrasi dan hak masyarakat sipil.
Penulis: Rina Ayu Panca Rini
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak menyatakan dengan disahkannya revisi UU MD3, DPR sama saja "membunuh" hak berbicara demokrasi dan hak masyarakat sipil.
"Saya kehilangan otoritas moral untuk bicara Demokrasi karena mereka (DPR) secara berjemaah “membunuh” Demokrasi," ujar Dahnil, di Jakarta, Selasa (13/2/2018).
Baca: Setya Novanto Belajar Mengaji dengan Auditor Utama BPK, Rochmadi Saptogiri di Rutan KPK
Ia pun mengungkapkan penambahan 3 pasal pada UU itu pula membawa Indonesia kembali ke arah kegelapan demokrasi. Menurut Dahnil, "para politisi" dianggapnya ingin berkuasa tanpa batas.
"Mau mempersulit proses hukum dan memperoleh kekebalan hukum, dan antikritik. Watak Otoritarian menjadi virus yang menyebar (pada politisi)," tambah Dahnil.
Dengan demikian, Dahnil mengungkapkan akan mengajak seluruh kader Pemuda Muhammadiyah untuk tidak memilih Partai Politik yang mendukung revisi UU MD3 tersebut.
"Saya akan memerintahkan seluruh Kader Pemuda Muhammadiyah untuk tidak memilih Partai Politik yang telah menyeret Indonesia ke era kegelapan demokrasi dan hukum itu," tegasnya.
Adapun Revisi UU MD3 itu, penambahan pasal di mana, DPR mendapatkan tiga kuasa tambahan, yakni pemanggilan paksa dalam rapat DPR, imunitas, dan bisa mengkriminalisasi penghinaan terhadap DPR.
Diketahui, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menggelar rapat Paripurna membahas Undang-undang nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD ( MD3), Senin (12/2/2018).
Rapat yang dipimpin oleh Fadli Zon dan dihadiri oleh menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly ini mengesahkan RUU ke dua Undang-undang nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD ( MD3) menjadi UU.