Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Ini 6 Seruan Moral Kebhinekaan 'Menjaga dan Memperjuangkan Kebhinekaan'

Ikatan kebangsaan yang dibangun oleh para pendiri negara, bangsa sedang dalam pertaruhan

Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Ini 6 Seruan Moral Kebhinekaan 'Menjaga dan Memperjuangkan Kebhinekaan'
Tribun Jogja/ Tantowi Alwi
ilustrasi.Sejumlah ormas melakukan kerja bakti di Gereja Santo Lidwina, Bedog, Trihanggo, Sleman, Selasa (13/2/2018) pagi 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Berbagai kasus kekerasan bernuansa agama melanda Indonesia di awal tahun 2018 ini.

Mulai dari serangan fisik terhadap tokoh agama, persekusi terhadap minoritas keagamaan, hingga banyak dimensi lain yang menuju ke arah kekerasan.

Ketua SETARA Institute Hendardi mengatakan hal tersebut merupakan ancaman serius terhadap kebhinekaan.

"Ikatan kebangsaan yang dibangun oleh para pendiri negara, bangsa sedang dalam pertaruhan," ujar Hendardi, di Century Park Hotel, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (20/2/2018).

Perkembangan itu pun membuat 185 orang dari beragam kalangan, latar belakang, mencetuskan 6 seruan moral Kebhinekaan dengan tema 'Menjaga dan Memperjuangkan Kebhinekaan'.

Hendardi pun mempersilahkan Ketua Yayasan Cahaya Guru Henny Supolo Sitepu dan pengamat politik Ray Rangkuti untuk melontarkan seruan moral itu.

Inilah 6 Seruan Moral Kebhinekaan :

Berita Rekomendasi

"Pertama, merawat, menjaga dan memperjuangkan kebhinekaan Indonesia pada dasarnya merupakan kewajiban seluruh elemen bangsa dari berbagai latar belakang primordial berbasis suku/etnis, agama, ras, golongan dan daerah. Maka kita semua harus mengeluarkan segenap upaya yang efektif untuk mencegah dan menangani setiap ancaman atas kebhinekaan tersebut," ujar Henny.

Kedua, pemerintahan negara sebagai pengelola berbagainsumber daya politik hukum dan keamanan, harus mengambil tindakan yang tepat lagi profesional dalam merespon setiap upaya untuk mengancam kebhinekaan dan memecah belah antar elemen bangsa yang bhineka.

Ray Rangkuti kemudian melanjutkan seruan ketiga hingga keenam.

Ketiga, Presiden Joko Widodo berulang kali menegaskan bahwa tidak ada tempat intoleransi di Indonesia dan kebebasan beragama merupakan hak setiap warga negara yang dijamin konstitusi.

"Maka, standing position Presiden tersebut harus memberikan energi tambahan bagi setiap aparat pemerintahan dibawah kendali Presiden untuk menindak setiap ancaman atas kebhinekaan," ujar Ray Rangkuti.

Keempat, lanjut Rangkuti, kompetisi di setiap perhelatan politik, termasuk Pilkada Serentak di 171 daerah dan juga Pilpres 2019, tidak boleh menggunakan cara-cara Machiavelis melalui politisasi agama, kampanye hitam, dan syiar kebencian berbasis sentimen SARA yang dapat mengancam koneksi sosial, kebhinekaan, dan integrasi nasional.

Selanjutnya, seruan moral kelima yaitu setiap elemen masyarakat, khususnya yang memiliki peran di pendidikan, baik di institusi pendidikan resmi maupun kemasyarakatan atau keluarga, perlu mengambil peran lebih untuk menanamkan bahwa kebhinekaan merupakan ruh kebangsaan kita.

"Sehingga setiap orang harus memiliki cipta, rasa, dan karsa, untuk berinteraksi secara damai dalam perbedaan dan keberagamaan," sambung Rangkuti.

Terakhir, para tokoh agama, sebagai simpul utama spiritualitas keagamaan dalam dimensi transendental maupun sosial, memiliki peran sentral dalam merawat, menjaga, dan memperjuangkan kebhinekaan dalam kehidupan kebangsaan Indonesia.

"Oleh karena itu mereka harus memastikan bahwa pendidikan dan pengajaran keagamaan efektif membentuk kepribadian bangsa dan mencegah segala upaya yang dapat memecah belah antar elemen bangsa dengan menggunakan sentimen-sentimen agama," tukas Rangkuti.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas