Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

KPU: Pasal di UU Pemilu Buka Peluang Capres Tunggal, Seperti Ini Penjelasannya

"Di UU Nomor 7 Tahun 2017 pasal 222 ditentukan bahwa yang dapat mencalonkan itu hanya partai politik peserta Pemilu DPR sebelumnya.

Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Choirul Arifin
zoom-in KPU: Pasal di UU Pemilu Buka Peluang Capres Tunggal, Seperti Ini Penjelasannya
Tribunnews.com/ Yanuar Nurcholis Majid
Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asyari 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum membuka peluang pasangan calon presiden-wakil presiden tunggal mengikuti pemilihan presiden 2019.

Pernyataan itu disampaikan Komisiner KPU RI, Hasyim Asy'ari.

"Undang-undang membuka peluang itu," tutur Hasyim, kepada wartawan ditemui di Kantor KPU Pusat, Selasa (6/3/2018).

Di dalam Pasal 222 UU Pemilu dijelaskan ketentuan ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden (presidential threshold). Pasal 222 UU Pemilu menyatakan, pasangan calon Pemilu 2019 diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah nasional dalam pemilu anggota DPR sebelumnya.

Artinya, hanya partai politik atau gabungan partai politik yang memenuhi PT tersebut saja yang dapat mengajukan pasangan capres-cawapres.

"Di UU Nomor 7 Tahun 2017 pasal 222 ditentukan bahwa yang dapat mencalonkan itu hanya partai politik peserta Pemilu DPR sebelumnya. Artinya, partai peserta pemilu 2014. Partai baru tidak bisa mencalonkan," kata Hasyim.

BERITA TERKAIT

Untuk dapat mendaftarkan calon, dia menjelaskan, ada syarat partai politik atau gabungan partai politik mempunyai berapa perolehan suara mempunyai berapa perolehan kursi itu dilihat dari perolehan suara dan kursi hasil pemilu sebelumnya.

Dia menegaskan, aturan itu masih berlaku dan tidak ada perubahan. Sebab, Mahkamah Konstitusi (MK) belum mengabulkan permohonan judicial review. Di dua kesempatan permohonan gugatan sebelumnya, MK menolak mengabulkan gugatan.

Baca: Yusril Ihza: Negara Bisa Kacau Kalau Terjadi Calon Presiden Tunggal di Pilpres 2019

Baca: Tanggapan Polri Terkait Pernyataan Fadli Zon, Polisi Tebang Pilih Usut Ujaran Kebencian

Dia mencontohkan, apabila ada pasangan calon, parpol atau gabungan parpol mendaftarkan pasangan calon yang fenomena borong partai oleh undang-undang ditentukan KPU tidak boleh menolak yang bersangkutan.

Namun, apabila suara partai politik atau gabungan partai politik tidak mencapai batas minimal PT untuk mendaftarkan, kata dia, pasangan itu tidak diperkenankan mendaftar.

"Itu artinya undang-undang ini dibagian awal tidak boleh pasangan tunggal, tetapi kalau kemudian sampai batas waktu ditentukan yang daftar cuma itu undang-undang mengatakan pilpres jalan terus," kata dia.

Sejumlah pihak mempertanyakan aturan yang membuka peluang ada calon pasangan presiden-wakil presiden tunggal itu. Sebab, dinilai akan menjadi preseden buruk bagi sistem demokrasi di Indonesia.

Dalam hal ini, Hasyim menegaskan, KPU RI hanya menerjemahkan undang-undang, namun tidak berwenang untuk membuat undang-undang.

"Jangan tanya saya itu yang dibuat oleh pembentuk undang-undang tanya pembentuk undang-undang, aturan itu di undang-undang," tegasnya.

Setelah ditetapkan sebagai pasangan calon tunggal, dia menambahkan pasangan itu harus memenuhi ketentuan perolehan suara yang diatur dalam undang-undang.

"Kalau sudah ada calon dan calonnya calon tunggal UUD mengatakan untuk bisa menjadi presiden terpilih itu harus memperoleh suara 50 persen suara sah dengan persebaran lebih dari separuh jumlah provinsi dan di setiap provinsi minimal menang 20 persen suara sah, itu masih berlaku. Pasal 6 a UUD 1945," tambahnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas