Pengamat: Gerakan Tolak Jokowi untuk Kepentingan Politik Sri Bintang Pamungkas
Bukan hal yang baru gagasan SBP, politisi yang acapkali mengeluarkan pandangan efek "kejut", karena memposisikan pemikirannya selalu ada "di seberang"
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Fajar Anjungroso
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar komunikasi politik Universitas Pelita Harapan, Emrus Sihombing menegaskan sangat subjektif gagasan Sri Bintang Pamungkas (SBP) terkait gerakan tolak Joko Widodo (Jokowi) sebagai presiden di Pilpres 2019.
Bukan hal yang baru gagasan SBP, politisi yang acapkali mengeluarkan pandangan efek "kejut", karena memposisikan pemikirannya selalu ada "di seberang".
Pemikiran semacam ini, imbuhnya, memang bisa saja muncul dalam suatu sistem demokrasi sebagai suatu anti tesis terhadap penyelenggaraan pemerintahan suatu negara yang sedang berjalan.
Hanya saja, Emrus menegaskan pandangan SBP mengagas tolak Jokowi lebih berbasis subyektif.
Yaitu lanjut dia, sudah terlebih dahulu memposisikan pemikirannya pada wilayah sepakat untuk tidak sepakat.
Sehingga argumentasi yang dibangun tidak didukung sajian data yang lengkap, tidak disertai analisis mendalam dan apalagi tidak menarasikan pembahasan yang berbasis pada konsep, teori dan alur pikir yang konprehenship.
Baca: Gubernur Kalimantan Selatan Belusukan Kendarai Motor Trail
"Inilah saya sebut sebagai "gagal argumentasi," ujar Emrus kepada Tribunnews.com, Minggu (11/3/2018).
Dengan demikian, gagasan gerakan tolak Jokowi tegas dia, hanya untuk kepentingan politik subyektif orang yang bersangkutan atau kelompok kepentingan lainnya yang ingin berkuasa dengan prakmatis.
"Dengan kata lain, belum cukup kuat data, bukti dan argumentasi yang disajikan SBP, bahwa pandangannya tersebut bertujuan untuk keselamatan bangsa," tegasnya.
Lihat saja pemikiran SBP menggagas gerakan tolak Jokowi menjadi presiden pada pilpres 2019 dengan sajian data sangat lemah.
Bahkan imbuhnya, SBP menyebut gerakan ini untuk menyelamatkan bangsa tanpa disertai argumentasi yang kuat.
Jadi, kembali ia tegaskan, gagasan ini sangat miskin data dan argumentasi yang dibangun pun lemah dan sangat subyektif.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.