Asal-usul Jumlah Kerugian Negara RP 2,3 Triliun Pada Kasus Korupsi E-KTP
Suhaedi dihadirkan sebagai salah satu saksi ahli oleh Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Pengadilan Tipikor Jakarta
Penulis: Gita Irawan
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Auditor Investigasi Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Suhaedi memaparkan asal usul penghitungan kerugian negara dari kasus korupsi KTP Elektronik yang angka persisnya mencapai Rp 2.314.904.234.275,39 (Dua triliun tiga ratus empat belas miliar sembilan ratus empat juta dua ratus tiga puluh empat ribu dua ratus tujuh puluh lima rupiah tiga puluh sembilan sen).
Suhaedi dihadirkan sebagai salah satu saksi ahli oleh Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat pada Senin (12/3/2018) dengan terdakwa kasus korupsi KTP Elektronik Setya Novanto.
Dalam sidang tersebut, Suhaedi memaparkan bahwa perhitungan kerugian negara tersebut didasarkan pada keterangan beberapa saksi dalam Berkas Acara Pemeriksaan oleh penyidik KPK dan verifikasi langsung kepada beberapa vendor.
Suhaedi memaparkan bahwa perhitungan tersebut didasarkan pada penjumlahan total dari enam unsur yang datanya tersedia.
Menurut Suhaedi, unsur-unsur yang digunakan dalam penghitungan kerugian negara tersebut antara lain:
1. Pengadaan blanko E-KTP
Penghitungan berdasarkan perbandingan unsur biaya pekerjaan material Petg (plastik bahan pembuat blanko), Chip, Personalisasi, dan Distribusi.
Ia menambahkan bahwa unsur biaya pekerjaan di luar hal tersebut tidak dilakukan penghitungan karena datanya tidak tersedia.
2. Pengadaan Hardware dan Software
Penghitungan berdasarkan pembandingan Surat Pengantar Pencairan Dana (SP2D) yang sudah diperoleh dari konsorsium PNRI, harga pembelanjaan vendor ditambah harga additional cost (biaya tambahan) yang dikeluarkan oleh vendor tersebut, dan biaya pengiriman sampai ke daerah masing-masing.
3. Pengadaan sistem AFIS
Perhitungan berdasarkan perbandingan pembayaran SP2D dengan harga yang dikeluarkan vendor AFIS.
4. Pengadaan jaringan komunikasi data
Perhitungan berdasarkan perbandingan pembayaran SP2D dan jumlah yang dibayarkan ke PT Indosat TBK.
5. Pekerjaan Helpdesk (Bagian dari perusahaan yang menyediakan dokumen fungsi produk, servis atau teknologi dari perusahaan tersebut)
Perhitungan didasarkan dari perbandingan SP2D yang diterima konaorsium dengan jumlah gaji tenaga kerja Helpdesk yang sebenarnya dibayarkan.
Menurutnya ada perbedaan antara jumlah yang dibayarkan dengan orang yang bekerja di lapangan (yang nyatanya lebih sedikit).
6. Gaji pendamping teknis dari Kabupaten/Kota dan Kecamatan
Perhitungan didasarkan perbandingan SP2D dengan jumlah tenaga kerja yang sebenarnya dibayarkan.
"Berdasarkan apa yang kami sampaikan tadi. Hasil audit kami, jumlah kerugian negara atas pekerjaan KTP Elektronik tahun 2011-2012 pada Kementerian dalam negeri adalah sebesar Rp 2.314.904.234.275,39 (Dua triliun tiga ratus empat belas miliar sembilan ratus empat juta dua ratus tiga puluh empat ribu dua ratus tujuh puluh lima rupiah tiga puluh sembilan sen)," tegas Suhaedi dalam persidangan.
Ia menambahkan bahwa hasil perhitungan tersebut tidak termasuk pajak.
"Terkait dengan perhitungan yang kami lakukan, yang ada angka terkait dengan pajak kami exclude-kan (keluarkan)," kata Suahedi.
Menurut Suhaedi, hasil perolehan angka kerugian tersebut juga didasarkan pada pendapat beberapa ahli yang memahami hal-hal teknis terkait pengadaan KTP Elektronik tersebut.
"Untuk melakukan audit E-KTP ini kami menggunakan beberapa pendapat atau laporan ahli yang lebih memahami hal-hal teknis tersebut, seperti ahli di bidang pengadaan barang dan jasa, ahli di bidang analisis material plastik dan kartu, ahli di bidang sistem chip dan personalisasi, serta ahli di bidang teknologi komputer dan informasi," ungkap Suhaedi.
Berdasarkan audit yang didasarkan pada dokumen dari penyidik KPK dan beberapa saksi, ia juga mengungkapkan bahwa terdapat beberapa penyimpangan dalam proyek KTP Elektronik tersebut, antara lain:
1. Proses pra pelelangan
Adanya pertemuan-pertemuan sebelum proses pelelangan untuk memangkan konsorsium PNRI.
2. Pertemuan di ruko Fatmawati dihadiri oleh pihak dari Kemendagri, BPPT, Konsorsium PNRI, Konsorsium Asta Grafia, dan Konsorsium Murakabi Sejahtera.
3. Penetapan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) dan spesifikasi barang telah mengarah pada vendor tertentu.
4. Dalam proses pelelangan didaptkan juga adanya usaha dari Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), dan panitia lelang untuk memenabgkan konsorsium PNRI.
5. Penggunaan dokumen pelelangan yang tidak benar.
6. Lelang melalui Sistem Pengadaan Lelang Secara Elektronik (LPSE) hanya di awal saja dan pada proses pemberian penjelasan (Aanwijzing) dilakukan secara manual.
7. Vendor PT HP Indonesia telah melakukan pemesanan barang setelah proses (Aanwijzing) sebelum ditetapkan pemenang dan penandatangan kontrak.
8. Jenis kontrak langsam tetapi telah diadendum sebanyak sembilan kali untuk menyesuaikan progres dari Konsorsium PNRI.
9. Adanya prasarana pekerjaan yang tidak sesuai dengan Kerangka Acuan Kerja (KAK).
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.