Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Presiden Jokowi Tak Teken, Ini Pasal-pasal Kontroversi dalam UU MD3

Meskipun sikap Presiden Joko Widodo (Jokowi) menolak meneken revisi UU MD3, itu tidak berimplikasi secara kekuatan hukum.

Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Presiden Jokowi Tak Teken, Ini Pasal-pasal Kontroversi dalam UU MD3
TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN
Mahasiswa yang tergabung dalam Pengurus Koordinator Cabang Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PKC PMII) Jawa Barat melakukan unjuk rasa menolak revisi UU No 17 tahun 2014 tentang MD3 di depan Gedung DPRD Jawa Barat, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Rabu (28/2/2018). Dalam aksinya, sekitar seratus lebih mahasiswa itu, menolak revisi UU MD3 karena dinilai bertentangan dengan UUD 1945 dan nilai-nilai demokrasi, dimana ada tiga pasal dalam revisi undang-undang tersebut menguatkan dewan legislatif menjadi kebal hukum. Mereka juga mendesak Presiden segera mengeluarkan Perpu untuk mendorong DPR merevisi UU MD3. (TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN) 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - RUU tentang Perubahan UU MD3, Kamis (15/3/2018) telah sah diundangkan dengan nama UU Nomor 2 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD.

Meskipun sikap Presiden Joko Widodo (Jokowi) menolak meneken revisi UU MD3, itu tidak berimplikasi secara kekuatan hukum.

Sebab, berdasarkan aturan pasal 73 ayat 2 UU Nomor 12 tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan disebutkan UU tetap berlaku dalam jangka waktu 30 hari sejak ditetapkan meski tanpa tandatangan kepala negara.

Presiden menjelaskan alasan dirinya tidak menandatangani UU MD3 itu karena adanya keresahan di masyarakat terkait adanya pasal-pasal kontroversi dalam UU tersebut.

Untuk itu, Presiden mempersilakan masyarakat melakukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menyelesaikan masalah ini.

Berikut beberapa pasal yang diubah dalam UU MD3 dan menuai kontroversi:

1. Pasal 73

Berita Rekomendasi

Revisi pasal ini berbunyi,"dalam hal setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak hadir setelah dipanggil 3 (tiga) kali berturut-turut tanpa alasan yang patut dan sah, DPR berhak melakukan panggilan paksa dengan menggunakan Kepolisian Negara Republik Indonesia."

Artinya, terjadi perubahan kalau sebelumnya UU menyatakan polri sifatnya membantu untuk memanggil pihak yang tidak hadir saat diperiksa DPR.

Namun dengan adanya penambahan frase wajib dalam Pasal 73, DPR berharap tugas-tugasnya bisa berjalan lebih lancar. Bahkan, UU MD3 memperbolehkan Kepolisian untuk menyandera selama 30 hari orang-orang yang tidak mau datang ke DPR.

2. Pasal 84 tentang komposisi pimpinan DPR dan MPR

DPR bersama dengan Pemerintah menyepakati menambah satu kursi pimpinan DPR dan menambah tiga kursi pimpinan MPR.

Dengan keputusan ini, pimpinan DPR akan diisi enam orang.

Sementara pimpinan MPR bertambah menjadi delapan orang.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
×

Ads you may like.

© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas