Fredrich Tuduh KPK Merekayasa Kasusnya
Fredrich Yunadi menuduh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), merekayasa kasus menghalangi penyidikan perkara korupsi proyek pengadaan e-KTP
Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Nurmulia Rekso Purnomo
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUN-VIDEO.COM - Fredrich Yunadi menuduh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), merekayasa kasus menghalangi penyidikan perkara korupsi proyek pengadaan e-KTP, yang dialamatkan kepadanya.
Menurut dia, Setya Novanto, terdakwa kasus korupsi proyek pengadaan e-KTP mengalami kecelakaan lalu lintas. Ini diperkuat pengusutan kasus yang dilakukan aparat Polda Metro Jaya.
"Kalau tak rekayasa jangan coba-coba memaksakan menjadi rekayasa. Mereka memaksakan dalam resume menyatakan ini rekayasa. Berarti mereka terang-terangan menghina polri," tutur Fredrich, Kamis (22/3/2018).
Atas dugaan merintangi penyidikan itu, JPU KPK mendakwakan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Dia menjelaskan, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi, mengatur mengenai tindak pidana korupsi dari pasal 1 sampai pasal 20.
Sementara itu, tindak pidana lain berkaitan dengan korupsi diatur di pasal 21 sampai pasal 24 undang-undang tersebut. Menurut dia, apa yang dituduhkan KPK merupakan tindak pidana lain, bukan wewenang tindak pidana korupsi.
Lalu, di Pasal 6 UU KPK, kata dia, diatur wewenang KPK, apakah komisi anti rasuah itu diberikan wewenang oleh undang-undang melakukan penyidikan daripada undang-undang di luar tindak pidana korupsi pasal 2 sampai pasal 20.
Dia menegaskan, undang-undang di luar tindak pidana korupsi merupakan wewenang tunggal polisi.
"Undang-undang menyatakan ini tindak pidana lain. Jadi yang mengatakan ini tindak pidana korupsi orang itu mesti sekolah dari SD. Jadi supaya tahu hukum jangan dipermainkan," kata dia.
Baca: Kartu Indonesia Sehat Tidak Berguna Bagi Korban Bom Bali, Chusnul Khotimah
Baca: Ancaman Luhut Untuk Mereka yang Mengkritik Pemerintah Sembarangan
Sementara itu, penasehat hukum Fredrich Yunadi, Sapriyanto Refa, menilai alat bukti KPK berupa rekaman CCTV di Rumah Sakit Medika Permata Hijau pada Kamis (16/11/2017) lemah.
Menurut dia, rekaman CCTV itu diambil oleh pihak rumah sakit terlebih dahulu baru diminta oleh penyidik dari komisi anti rasuah tersebut.
Lalu, dia melihat surat perintah penyitaan barang bukti itu dibuat 31 Oktober untuk perkara Setya Novanto bukan perkara Fredrich Yunadi. Selain itu, alat bukti elektronik harus berdasarkan permintaan pengadilan.
Sehingga, dia menilai tidak ada relevensi. Atas dasar itu, dia mengaku menolak alat bukti tersebut. Dia menyampaikan keberatan terhadap alat bukti saat membacakan pledoi dihadapan majelis hakim.
"Itu hanya membuktikan orang datang apa yang dibicarakan apa yang dilakukan tidak menjelaskan. Apapun alasan alat bukti seperti itu menurut putusan MK ilegal. Ini digunakan untuk memperkuat dakwaan dalam mencari alat bukti. Kami menolak itu," tambahnya.(*)