Kosgoro 1957 Berharap DPP Golkar Prakarsai Amandemen UU MD3
Agung menyarankan agar seluruh pihak menjaga prinsip check and balance dan menghindarkan undang-undang yang mengarah pada parliamentary heavy.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pimpinan Pusat Kolektif (PPK) Kosgoro 1957 berharap Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Golkar melalui Fraksi Partai Golkar memprakarsai amandemen Undang-undang Nomor 2 tahun 2018 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3).
“Kosgoro 1957 berharap DPP Partai Golkar memprakarsai amandemen UU MD3 setelah mendengarkan masukan dan aspirasi rakyat, dan alangkah baiknya dilakukan sebelum proses di Mahkamah Konstitusi (MK),” kata Ketua Umum PPK Kosgoro 1957, HR Agung Laksono dalam keterangan persnya, Selasa (27/3/2018).
Agung menilai perkembangan terakhir terkait dengan diberlakukannya UU Nomor 2 tahun 2018 tentang MD3, yang mendapatkan tanggapan dan respons publik yang beragam serta dinilai kontroversial dan anti kritik terkait pasal-pasal tertentu perlu disikapi dengan bijak.
“Oleh karenanya PPK Kosgoro 1957 menghormati sikap apak Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang tidak menandatangani Undang-undang tersebut, bagi Kosgoro 1957 hal ini menunjukkan bahwa presiden telah mendengarkan masukan publik untuk menyelamatkan kehidupan politik yang demokratis dan mendengarkan suara rakyat,” ujarnya.
Mantan Menko Kesra ini melihat Undang-undang Nomor 2 tahun 2018 merupakan UU yang lahir dari proses politik antara pemerintah (Jokowi) dengan DPR yang sejak awal mengundang kontroversi pada beberapa pasalnya, karena dianggap bertentangan dengan nurani publik, juga dengan keinginan rakyat.
“Oleh karena itu, maka Kosgoro 1957 berpendapat bahwa ke depan seluruh proses perumusan Undang-undang oleh DPR harus sungguh-sungguh mendengarkan masukan dari rakyat,” kata Ketua Dewan Pakar DPP Partai Golkar ini.
Disisi lain, lanjut Agung, Kosgoro 1957 memahami bahwa sebagai sebuah proses politik, maka UU Nomor 2 tahun 2018 harus dapat mendorong kehidupan politik yang lebih demokratis, dimana rakyat mendapatkan perlindungan konstitusi dalam menjalankan aktifitas politiknya dan tidak kemudian menjadi terancam oleh UU tersebut.
“Undang-undang nomor 2 tahun 2018 tersebut harus memberikan jaminan kepada rakyat untuk melakukan aktivitas politik, bukan justru menjadi ancaman bagi rakyat di satu sisi dan perlindungan bagi anggota parlemen secara berlebihan atau over protective di sisi lain (benteng Imunitas),” tegas mantan Ketua DPR ini.
Mencermati dinamika pasca berlakunya UU MD3 yang saat ini cukup hangat dan diyakini berimplikasi luas, Kosgoro 1957 berpendapat bahwa momentum ini harus digunakan oleh DPR untuk melakukan amandemen UU MD3 tersebut.
“Salah satu fungsi / tugas MK adalah mereview Undang-undang yang dianggap bertentangan dengan UUD 1945, walau pun memang belum tentu UU MD3 bertentangan dengan UUD 1945, karena apapun yang dirumuskan oleh DPR sebagai lembaga politik, outputnya menjadi hukum/ Undang-undang yang harus dipatuhi. Maka momentum itulah yang harus digunakan oleh Partai Golkar untuk memperkuat dukungan rakyat,” pungkasnya.
Agung menyarankan agar seluruh pihak menjaga prinsip check and balance dan menghindarkan undang-undang yang mengarah pada parliamentary heavy.