TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi II dari Fraksi PDIP, Arif Wibowo ‎menilai penggunaan pesawat kepresidenan bagi calon petahana untuk kampanye merupakan hal yang wajar.

Pesawat kepresidenan merupakan bagian dari pengamanan yang tetap melekat pada presiden meskipun ikut dalam kontestasi Pemilu.

"Ya kalau itu sebenanrnya wajar saja, ini menyangkut pengamanan sepanjang batasan batasan tertentu yang detailnya memang harus diatur," ujar Arif di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis, (5/4/2018).

Baca: Fadli Zon Harus Ada Larangan Penggunaan Pesawat Kepresidenan oleh Capres Petahana

Menurut Arif, meskipun presiden cuti saat kampanye, statusnya sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan tetap melekat.

Sehingga calon presiden tetap mendapat fasilitas pengamanan sebagai kepala negara.

"Dan yang penting dalam kondisi cuti pun beliau masih kepala negara, kepala pemerintahan, hanya waktunya itu saja," katanya.

Yang tidak bolah menurut Arif bila pesawat tersebut digunakan oleh selain calon presiden atau wakil presiden petahana dalam kampanye.

Misalnya, tim pemenangan baik itu relawan maupun partai politik.

"Kecuali begini pesawat kepresidenan digunakan untuk kader PDIP untuk kampanye, itu engga boleh. Tapi kalau digunakan Jokowi ya tidak apa apa," tuturnya.

Sementara itu, terkait cuti presiden, menurut Arif sebaiknya tidak perlu diubah.

Dalam aturan yang sekarang presiden tidak diwajibkan mengambil cuti untuk kampenye.

‎"Jadi begini prinsipnya ketika hari libur mereka engga kerja, engga perlu cuti. Dan itu hanya berlaku untuk kampanye yang sifatnya rapat umum. Dan saya kira itu sesuatu yang normal aja, sudah ada. Tinggal nanti presiden apakah mau memanfaatkan atau tidak," pungkasnya.

Penggunaan pesawat kepresidenan bagi calon presiden petahana saat kampanye masih menjadi perdebatan. Belum diatur rinci mengenai boleh tidaknya calon petahan presiden menggunakan pesawat kepresidenan.

Banyak pihak meminta aturan soal penggunaan pesawat kepresiden diatur dalam PKPU yang kini masih digodok KPU bersama Komisi II.