FSTM Deklarasi Tolak Pemanfaatan Masjid Jadi Tempat Kegiatan Politik
Soleh menyerukan agar masjid dikembalikan sesuai dengan fungsinya, sebagai tempat ibadah dan menyampaikan pesan suci agama
Editor: Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Forum Silaturahmi Takmir (pengurus) Masjid seluruh Jakarta menyatakan menolak pemanfaatan masjid sebagai tempat berpolitik.
Apalagi masjid dijadikan tempat untuk melakukan kampanye untuk memilih calon pemimpin ataupun ceramah berbau politik dan telah terjadi beberapa waktu lalu.
"Seorang pemimpin yang baik bisa diperoleh dengan menggunakan cara-cara, pola dan etika yang baik," kata Penasihat FSTM se-Jakarta, KH Soleh Sofyan saat Deklarasi Tolak Politisasi Masjid oleh FSTM di Masjid Fatahillah, Kemayoran, Rabu (18/04/2018).kepada Tribunnews, Kamis (19/4/2018).
Soleh menyerukan agar masjid dikembalikan sesuai dengan fungsinya, sebagai tempat ibadah dan menyampaikan pesan suci agama.
"Masjid seharusnya menjadi sarana untuk mempersatukan umat, bukan dijadikan tempat untuk memecah belah dan memperuncing perbedaan," kata Soleh.
Untuk mengampanyekan ini, Soleh mengatakan, akan melakukan roadshow untuk mengingatkan gerakan ini.
"Dari Jakarta kita menginginkan gerakan ini menyebar ke seluruh nusantara dan kami akan melakukan audensi dengan sejumlah pihak," katanya.
Baca: Ratusan Takmir Masjid se-Jabodetabek Mendeklarasikan Cegah Politisasi Masjid
Sebelumnya, Koordinator FTSM Jakarta, Ustaz Muhammad Husni Mubarok mengatakan masjid sudah seharusnya dikembalikan kepada fungsinya, yaitu menyampaikan dakwah atau ajakan menjalankan ajaran agam secara sejuk dan damai, bukan dengan caci maki, ujaran kebencian hingga ajakan permusuhan.
Husni Mubarok juga mengatakan, semakin maraknya ceramah mengenai hasutan dan ujaran kebencian kepada pemerintah menunjukkan menguatnya ciri agama berpaham radikal yang menjadi ancaman persatuan dan kesatuan kita sebagai negara yang multietnis dan multiagama.
"Mereka biasanya menggunakan slogan dan simbol agama untuk menunjukkan kebencian dan permusuhan kepada pihak yang berbeda. Mereka berdalih bahwa itu merupakan bentuk kebebasan berekspresi dan menggunakannya untuk mengelak dari tudingan sebagai kelompok antidemokrasi dan Negara Kesatuan Republik Indonesia,” ujarnya.
Tahun 2018, bangsa Indonesia kembali akan menghadapi berbagai gejolak politik seiring digelarnya Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak.
Tahun 2018 ini akan digelar Pilkada serentak di 171 daerah yang terdiri dari 17 provinsi, 39 kota, dan 115 kabupaten. Kemudian 2019, Indonesia menghadapi gelaran nasional Pemilihan Presiden (Pilpres).