Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

KPK Dukung Upaya KPU Larang Mantan Koruptor Daftar Caleg

Sedangkan, sebanyak 71 walikota/bupati dan wakilnya dan 18 gubernur pada periode yang sama.

Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Hasanudin Aco
zoom-in KPK Dukung Upaya KPU Larang Mantan Koruptor Daftar Caleg
Tribunnews.com/Glery Lazuardi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendukung usulan Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI mengatur larangan mantan narapidana kasus korupsi mendaftarkan diri sebagai calon legislatif di Pemilu 2019.

Pengaturan perlu dilakukan mengingat banyaknya anggota DPR RI, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota yang terjerat kasus tindak pidana korupsi.

Belum lagi ditambah kepala daerah.

Anggota Satgas Politik Kedeputian Bidang Pencegahan KPK, Dani Rustandi, mengatakan sepanjang 2004-Desember 2017, tercatat 144 kasus yang terkait tindak pidana korupsi melibatkan anggota DPR dan DPRD di seluruh Indonesia.

Baca: KPU Didukung Terapkan Aturan Larangan Napi Korupsi Daftar Caleg

Sedangkan, sebanyak 71 walikota/bupati dan wakilnya dan 18 gubernur pada periode yang sama.

"Ini menjadi keprihatinan, di mana para pemimpin yang duduk di anggota dewan kemudian menjadi kepala daerah. Ini jumlahnya cukup banyak yang ditangani. Ini yang ditangani hanya oleh KPK," tuturnya, Kamis (19/4/2018).

BERITA TERKAIT

Menurut dia, mendaftarkan diri sebagai caleg merupakan hak politik setiap orang yang dijamin oleh undang-undang. Namun, di satu sisi ada kepentingan pemberantasan korupsi yang harus menjadi perhatian.

"Apakah menjadi hal baik apabila mantan narapidana menjadi caleg. Narapidana itu terbukti telah melakukan tindak pidana korupsi. Harus menjadi catatan rekam jejak untuk dipilih oleh masyarakat," kata dia.

Dia menjelaskan, caleg merupakan produk partai politik.

Sehingga, partai politik dapat memunculkan kader orang-orangnya yang dicalonkan mempunyai integritas baik dan kapasitas serta kompetensi yang dibutuhkan dalam jabatan.

Sayangnya, partai politik belum dapat menjalankan fungsi seperti yang diatur di dalam Undang-Undang.

Bahkan, komisi anti rasuah tersebut melihat ada sejumlah permasalahan yang dialami.

"Kami melakukan kajian 2015-2017. Kami menemukan empat masalah dalam mengelola parpol, kaitan pendanaan, sistem kaderisasi dan rekrutmen, belum ada kode etik politisi," kata dia.

Salah satu permasalahan mengenai sistem kaderisasi dan rekrutmen, di mana proses itu hanya disandarkan pada kemampuan finansial seseorang dan tingkat popularitas.

Tetapi, jarang mengedepankan aspek kemampuan dan kompetensi dari yang bersangkutan.

"Kami ingin mempromosikan harapan ke depan, manakala sistem kaderisasi dan rekrutmen berjalan baik orang yang dihasilkan baik," tambahnya. 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di

Wiki Populer

© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas