Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pakar Hukum Nilai Vonis Setnov Tak Semaksimal Ancaman dalam Pasal 3 UU Tipikor

Karena majelis hakim menyatakan Setnov terbukti melakukan korupsi proyek e-KTP tahun anggaran 2011-2013.

Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Pakar Hukum Nilai Vonis Setnov Tak Semaksimal Ancaman dalam Pasal 3 UU Tipikor
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Terdakwa kasus korupsi KTP Elektronik Setya Novanto menjalani sidang putusan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (24/4/2018). Mantan Ketua DPR RI itu divonis 15 tahun penjara serta denda Rp 500 juta subsider 3 bulan penjara karena terbukti melakukan tindak pidana korupsi. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Vonis majelis hakim terhadap Setya Novanto (Setnov) tidak maksimal seperti ancaman dalam Pasal 3 Undang-undang tindak pidana korupsi, yakni 20 tahun penjara.

Hal itu disampaian Pakar Hukum Pencucian Uang dari Universitas Trisakti Yenti Garnasih kepada Tribunnews.com, Selasa (24/4/2018).

Karena majelis hakim menyatakan Setnov terbukti melakukan korupsi proyek e-KTP tahun anggaran 2011-2013.

"Ternyata memang terbukti memenuhi Pasal 3 UU Tipikor namun baik tuntutan maupun putusan tidak maksimal seperti ancaman pasal tersebut," ujar mantan Panitia Seleksi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ini.

Baca: Presiden Jokowi Belum Tahu Setya Novanto Divonis 15 Tahun Penjara

Pasal 3 menyebutkan setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau karena kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dipidana seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 20 tahun dan atau denda paling sedikit 50 juta rupiah dan maksimal 1 miliar.

Kalau perbuatan terbukti, lebih jauh Yenti Ganarsih menjelaskan, sebetulnya tidak ada yang signifikan meringankan.

Berita Rekomendasi

Justru sebaliknya, yakni yang ada pemberatan karena selain kedudukannya sebagai ketua DPR yang seharusnya menjadi panutan malah terlibat korupsi.

"Selain itu Justice Collaborator (JC) juga ditolak. Artinya memang tidak ada yang bisa meringankan," tegasnya.

Terkait dengan uang pengganti, kata dia, sayang sekali tidak menggunakan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Bila TPPU yang dipakai sebagai dasar, maka bisa ditelusuri sendiri oleh penegak hukum dan tidak harus menunggu melalui lelang.

"Atau apalagi kalau hanya diganti dengan penjara 2 tahun," jelasnya.


"Bukan itu yang penting. Tapi bagaimana uang hasil korupsi bisa dirampas kembali," tambahnya.

Sedangkan terkait pencabutan hak politik, dia menilai sudah sesuai Setnov kehilangan hak politiknya selama lima tahun.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas