Praperadilan Ditolak, Calon Gubernur Sulawesi Tenggara Tetap Berstatus Tersangka
Hakim tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Agus Widodo, menolak permohonan praperadilan tersangka kasus suap mantan Walikota Kendari, Asrun.
Penulis: Fahdi Fahlevi
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hakim tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Agus Widodo, menolak permohonan praperadilan tersangka kasus suap mantan Walikota Kendari, Asrun.
Dalam amar putusannya, Agus menilai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sebagai termohon, sudah sah dalam menetapkan status tersangka terhadap calon gubernur Sulawesi Tenggara tersebut.
Baca: Usai Vonis, MKD Akan Gelar Rapat Bahas Status Setya Novanto di DPR
"Menimbang bahwa tindakan praperadilan tidak sah dan yang dilihat sah adalah termohon yang telah mengajukan permohonan agar pemohon (Asrun) dijadikan tersangka," ujar Hakim Agus dalam putusannya di Ruang Sidang PN Jakarta Selatan, Jalan Ampera Raya, Jakarta Selatan Selasa (24/4/2018).
Hakim Agus menilai bahwa penyidikan yang dilakukan KPK telah sesuai.
Baca: Setya Novanto Terbukti Memperkaya Diri Sendiri
Hakim melihat ada dugaan tindakan korupsi secara bersama-sama dalam kasus tersebut.
"Menimbang, bahwa adanya dugaan korupsi wali kota Kendari dan Asrun pada 2017, dengan menerima uang terkait dengan dengan barang dan jasa. Atas hal itu KPK dapat melakukan penyelidikan," jelas Hakim.
Asrun mengajukan tiga gugatan dalam praperadilannya yakni penetapan tersangka dan penahanan yang tidak sah, karena belum ada dua alat bukti yang sah.
Baca: Jusuf Kalla Nilai DPR Tak Perlu Bentuk Pansus Soal Tenaga Kerja Asing
Seperti diketahui, KPK telah menetapkan Asrun sebagai tersangka sejak 1 Maret 2018.
Dirinya ditetapkan kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa di Pemkot Kendari bersama dengan anaknya, Adriatma Dwi Putra, yang juga menjabat sebagai Walikota Kendari.
Penetapan tersangka tersebut dilakukan setelah hasil gelar perkara atas OTT di Kendari, Sultra, pada Selasa, (27/2/2018).
Selain Adriatma dan Asrun, KPK juga menjerat tersangka lain, yakni Direktur Utama PT. Sarana Bangun Nusantara, Hasmun Hamzah (HAS) dan mantan Kepala BPKAD Kendari, Fatmawati Faqih (FF).
Terhadap Hasmun selaku pemberi, disangka melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sedangkan Adriatma, Asrun dan Fatmawati, dijerat Pasal 11 atau Pasal 12 huruf a UU Pemberantasan Tipikor Jakarta Juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.