Kemiskinan dan Pendidikan Jadi Faktor yang Memicu Kasus Perdagangan Orang
Korban perdagangan orang (human trafficking) di Indonesia yang sebagian besar adalah perempuan masih kerap terjadi setiap tahunnya.
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Korban perdagangan orang (human trafficking) di Indonesia yang sebagian besar adalah perempuan masih kerap terjadi setiap tahunnya.
Di NTT misalnya, dalam kurun waktu Januari hingga Februari 2018, sudah 13 orang dari daerah tersebut yang menjadi korban tindak kejahatan tersebut. Menurut mantan anggota DPRD NTT, Emilia Julia, setidaknya ada sejumlah masalah penyebab hal itu kerap terjadi.
Baca: Kenapa Polisi tak Langsung Serbu Tahanan Terorisme di Mako Brimob? Ini Kata Kapolri
"Masalah pertama kemiskinan. Permasalahan ini perempuanlah yang langsung merasakannya. Solusinya menguatkan kesejahteraan yang berawal dari dalam rumah, karena perempuan sejahtera keluarga pun sejahtera," katanya dalam sebuah diskusi tentang perempuan di Jakarta, Kamis (10/5/2018).
Kedua, katanya, masalah pendidikan yang didapatkan seorang perempuan di beberapa daerah, termasuk NTT, misalnya, berbeda dengan laki-laki.
"Perbedaan akses pendidikan ini membuat perempuan tidak mempunyai kemampuan, kapasitas dan skill yang bagus ketika memasuki dunia kerja. Akibatnya, mereka terjebak human trafficking dengan diiming-imingi gaji besar di luar negeri," katanya.
Selain itu, ia juga menyoroti masalah pengangguran yang banyak terjadi di desa-desa. "Banyaknya pengangguran ini disebabkan tidak adanya lowongan pekerjaan di desa-desa yang membuat perempuan dan laki-laki harus pindah ke kota."