Pengamat Hukum dan Perburuhan: Perpres TKA, Tanam Padi Tumbuh Gulma
"Akibat membanjirnya TKA, kesempatan kerja bagi tenaga kerja lokal pun tertutup, " jelas Anwar.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah boleh berdalih bahwa Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA) hanya untuk menyederhanakan prosedur masuknya TKA legal ke Indonesia. Pemerintah juga boleh berdalih bahwa TKA yang masuk ke Indonesia hanya mereka yang ahli.
“Tapi faktanya, banyak TKA ilegal yang masuk ke Indonesia sebagai buruh kasar dengan mendompleng TKA legal. Ibarat menanam padi, dengan Perpres TKA itu, gulma atau tumbuhan pengganggu justru ikut tumbuh,” ungkap Dr Anwar Budiman, pengamat masalah Hukum dan Perburuhan di Jakarta, Kamis (10/5/2018).
"Akibat membanjirnya TKA, kesempatan kerja bagi tenaga kerja lokal pun tertutup, " jelas Anwar.
Baca: Kontroversi Tenaga Kerja Asing Bayangi Peringatan May Day
Ia berkomentar soal langkah pemerintah menerbitkan Perpres 20/2018 tentang Penggunaan TKA pada 26 Maret 2018.
Perpres yang menggantikan Perpres 72/2014 ini berlaku setelah tiga bulan terhitung sejak tanggal diundangkan pada 29 Maret 2018 oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly. Perpres ini bertujuan meningkatkan investasi dan perbaikan ekonomi nasional.
Anwar menilai, Perpres TKA itu melanggar Undang-Undang (UU) No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan UU No 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi.
“Kedua UU ini mengatur dengan sangat ketat agar TKA tak masuk ke Indonesia dengan mudah. Bahkan, untuk badan usaha jasa konstruksi asing yang bekerja di Indonesia juga harus lebih memprioritaskan pekerja lokal daripada pekerja asing,” papar Anwar.
Di sisi lain, kata Anwar, masih banyak buruh lokal yang kesulitan mendapatkan pekerjaan.
Hal itu, jelas Anwar, tergambar dari minimnya penyerapan tenaga kerja Indonesia, bahkan minus untuk sektor konstruksi. Pria low profile kelahiran Jakarta 1970 ini kemudian merujuk contoh hasil riset Center of Reform on Economic (CORE) di mana anggaran infrastruktur yang digenjot pemerintah tidak serta merta menambah lapangan kerja.
“CORE bahkan mencatat penyerapan tenaga kerja lokal untuk sektor konstruksi minus 7%,” cetusnya.
Anwar juga mengutip Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada Agustus 2017 yang menunjukkan angka pengangguran di Indonesia mencapai 7,04 juta atau ada penambahan 10 ribu orang dalam setahun terakhir.
“Apalagi, dari 121 juta penduduk yang bekerja, sebanyak 69,02 juta orang atau 57,03% bekerja di sektor informal. Jadi, Perpres TKA ini sangat ironis,” tukasnya.
Berkaca dari fakta tersebut, menurut Anwar, tidak bijak bila pemerintah tidak mencabut Perpres 20/2018.
“Kalau terpaksa dipertahankan, maka pemerintah harus mengawasi masuknya TKA ilegal yang mendompleng TKA legal. Di lapangan banyak dijumpai TKA yang menjadi buruh kasar," katanya.
"Bila tidak, berarti pemerintah menzalimi TKI di satu sisi, dan di sisi lain memberi karpet merah bagi TKA ilegal. Itu harus ditolak,” tandas advokat itu seraya menyatakan siap mendampingi kaum buruh bila hendak mengajukan judicial review (uji materi) Perpres TKA ke Mahkamah Agung (MA) serta mendorong DPR agar segera merealisasikan pembentukan Panitia Khusus (Pansus) TKA.
Perpres 20/2018 menyebutkan, setiap pemberi kerja yang menggunakan TKA harus memiliki Rencana Penggunaan TKA (RPTKA) yang disahkan menteri atau pejabat yang ditunjuk.
Namun, pemberi kerja tidak wajib memiliki RPTKA untuk mempekerjakan TKA yang merupakan pemegang saham yang menjabat anggota direksi atau anggota dewan komisaris pada pemberi kerja TKA; pegawai diplomatik dan konsuler pada perwakilan negara asing; dan TKA pada jenis pekerjaan yang dibutuhkan pemerintah.
Untuk pekerjaan yang bersifat darurat dan mendesak, pemberi kerja dapat mempekerjakan TKA dengan mengajukan permohonan pengesahan RPTKA kepada menteri atau pejabat yang ditunjuk paling lama dua hari kerja setelah TKA bekerja.
Setiap TKA yang bekerja di Indonesia wajib memiliki visa tinggal terbatas (vitas) yang dimohonkan oleh pemberi kerja TKA atau TKA kepada menteri yang membidangi urusan pemerintahan di bidang hukum atau pejabat yang ditunjuk dengan melampirkan notifikasi dan bukti pembayaran.
Permohonan “vitas” sekaligus dapat dijadikan permohonan izin tinggal sementara (itas). Izin tinggal bagi TKA untuk pertama kali diberikan paling lama dua tahun dan dapat diperpanjang sesuai peraturan perundang-undangan.
Pemberian “itas” bagi TKA sekaligus disertai izin masuk kembali untuk beberapa kali perjalanan yang masa berlakunya sesuai masa berlaku “itas”.