Sekretaris DPRD Lamteng Merasa Bak "Gelandangan"
"Anda bilang seperti gelandangan kesana kemari, masa anda tidak mikir kenapa kok susah sekali minta tanda tangan pimpinan DPRD?" tanya jaksa KPK.
Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Syamsi Roli (Sekretaris DPRD Lamteng) menjadi satu dari empat saksi di sidang lanjutan kasus suap terhadap anggota DPRD Lampung Tengah (Lamteng) dengan terdakwa Bupati Lamteng, Mustafa, Kamis (17/5/2018) di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Dalam kesaksiannya dibawah sumpah, Syamsi menganggap dirinya seperti gelandangan yang terlempar kesana-kemarin untuk mendapatkan tanda tangan dari para pimpinan DPRD Lamteg.
Tanda tangan para pimpinan DPRD ini dibutuhkan terkait persetujuan pinjaman daerah untuk APBD Lamteng 2018 pada PT Sarana Multi Infrastruktur (MSI) sebanyak Rp 300 juta guna pembangunan jembatan yang menjadi prioritas kabupaten Lampung Tengah.
"Anda bilang seperti gelandangan kesana kemari, masa anda tidak mikir kenapa kok susah sekali minta tanda tangan pimpinan DPRD?" tanya jaksa KPK.
"Saya tidak cari informasi. Karena saya hanya melaksanakan tugas sebagai Sekertaris Dewan (Sekwan). Pak Bupati minta tolong ke saya melalui Pak Madani untuk minta tanda tangan pimpinan," jawab Syamsi.
Baca: Pelaku Ujaran Kebencian di Media Sosial Ditangkap Polisi
Syamsi menceritakan awalnya pada 2 Februari 2018 dia menemui Madani (Kadis BPPKAD Lamteg) disodorkan map hijau. Didalamnya berisi dokumen surat pernyataan.
Di lembar terakhir ada tanda tangan Bupati Mustafa. Di bagian kanan ada tulisan mengetahui, menyetujui pimpinan DPRD, Ketua, Wakil Ketua 1, Wakil Ketua 2 dan Wakil Ketua 3.
Surat tersebut lanjut dibawa oleh Syamsi ke kantornya. Sesampainya di kantor, dia menghubungi Wakil ketua III, Joni Hardito menanyakan posisinya dan menyampaikan ada surat untuk pimpinan DPRD.
"Pak Joni bilang sedang perjalanan dari Metro ke Kota Gajah. Lalu saya perintahkan kasubag saya, Bayu menemui Joni minta tanda tangan. Untuk tanda tangan pimpinan yang lain, tidak mulus. Mereka tidak mau tanda tangan alasannya nanti," tutur Syamsi.
Karena kesulitan, Syamsi menyerahkan lagi surat itu ke Madani pada 9 Februari 2018. Akhirnya Syamsi dan Madani menghadap ke Bupati Mustafa menyampaikan pimpinan yang lain tidak mau tanda tangan dan direspon "yasudah" oleh Bupati Mustafa.
Lantaran tanda tangan belum lengkap, rencana Mou dengan PT MSI untuk peminjaman dana di Jakarta batal. Padahal, baik Syamsi, Madani, Sekda maupun beberapa pihak lainnya sudah berada di Jakarta.
PT MSI akhirnya memberikan waktu hingga 14 Februari 2018. Karena batal, surat pernyataan kembali dibawa ke Lampung. Sampai akhirnya datang anggota DPRD yang lain, Zaenudin menemui Syamsi.
Pada Syamsi, Zaenudin mengaku telah berkoordinasi dengan Madani dan Zaenudin yang akan memintakan tanda tangan pada pimpinan DPRD, Junaidi Sunardi, J Natalis Sinaga, Rusliyanto dan Riagus Ria.
"Saya tengah malah di hubungi Rusliyanto, katanya surat pernyataan sudah di tanda tangani oleh Natalis Sinaga. Paginya saya ke Bandar Lampung mau ambil surat tapi pak Rusliyanto tidak ada. Dia ada di Gunung Sugi. Dia suruh saya bertemu di Rumah Makan Pucuk Daun," terang Syamsi.
Sesampainya di Pucuk Daun, Syamsi tidak mendapati Rusliyanto. Syamsi lalu menelpon anggota DPRD yang lain, Raden Zugiri. Ketika itu yang mengangkat adalah Rusliyanto.
Rusliyanto menyampaikan surat pernyataan yang telah ditandatangani Natalis Sinaga ada padanya. Dia meminta Syamsi menemuinya di restoran tahu sumedang.
"Setelah dapat surat yang sudah ada tanda tangan Bupati, Joni dan Natalis saya pulang ke kantor. Saya hubungi Kepala bapeda menyampaikan surat ada di saya. Kepala Bapeda minta saya kirim foto surat yang ditandatangani. Saya sudah minta tanda tangan Ketua DPRD, tapi tidak dapat. Saya ke rumahnya, tidak dibukakan pintu," ungkap Syamsi.
Sampai akhirnya pada 14 Februari 2018, Syamsi diamankan pihak KPK di Bandara saat hendak menuju ke Jakarta. Lanjut Syamsi dibawa ke Polda Lampung, diperiksa baru pada 15 Februari 2018 pagi dibawa ke kantor KPK melalui jalur darat.