Keponakan Setya Novanto Ajukan Justice Collaborator
Syarat pemberian JC diantaranya adalah mengakui perbuatannya, mengungkap pelaku lain dan memberikan keterangan secara signifikan.
Penulis: Fahdi Fahlevi
Editor: Fajar Anjungroso

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tersangka kasus korupsi E-KTP, Irvanto Hendra Pambudi (IHP) mengajukan justice collaborator (JC) kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Kabiro Humas KPK, Febri Diansyah, mengungkapkan bahwa saat ini pihaknya masih mempertimbangkan pengabulan pengajuan JC tersebut.
"Tambahan tadi seperti yang muncul di fakta persidangan kami konfirmasi bahwa tersangka IHP memang sudah mengajukan diri sebagai justice collaborator ketika proses penyidikan berjalan. Tentu saja kami harus mempertimbangkan lebih dahulu," ujar Febri kepada wartawan di Gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Senin (21/5/2018).
Febri menegaskan bahwa pihaknya masih melihat apakah keponakan Setya Novanto tersebut layak atau tidak mendapatkan status JC.
Syarat pemberian JC diantaranya adalah mengakui perbuatannya, mengungkap pelaku lain dan memberikan keterangan secara signifikan.
"Dan konsistensi tentu dibutuhkan sampai nanti proses persidangan misalnya, dari apa keterangan yg disampaikan di penyidikan ini dipersidangan juga perlu lebih konsisten," jelas Febri.
"Nanti kita tunggu saja belum ada penilaian dari KPK saat ini, kami akan mencermati terlebih dahulu," tambah Febri.
Baca: Sandiaga Sebut Pertimbangan Salat Tarawih di Monas karena Instagramable
Irvanto ditetapkan sebagai tersangka bersama Made Oka Masagung sebagai tersangka kasus dugaan korupsi proyek e-KTP.
Irvanto melalui perusahaan yang ia miliki diduga menampung uang dari keuntungan proyek e-KTP.
Irvanto diduga menerima US$3,5 juta pada periode 19 Januari hingga 19 Februari 2012 yang diperuntukan kepada Setnov.
Irvanto disebut sejak awal sudah mengikuti proses pengadaan e-KTP milik Kementerian Dalam Negeri lewat PT Murakabi Sejahtera. Dia juga sempat mengikuti pertemuan di Ruko Fatmawati atau biasa disebut Tim Fatmawati.
KPK menduga meski PT Murakabi Sejahtera kalah, namun perusahaan yang dipimpin Irvanto tersebut merupakan perwakilan Setnov dalam kasus yang diduga merugikan negara hingga Rp2,3 triliun.
Irvanto juga disebut mengetahui ihwal fee sekitar 5 persen dari nilai proyek e-KTP sebesar Rp5,9 triliun untuk anggota DPR periode 2009-2014.
Irvanto disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) subsider Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.