PKS Lemahkan Gerakan #2019 Ganti Presiden
Gerakan ini sebaiknya dibiarkan murni menjadi gerakan rakyat yang memang punya magnet, bukan gerakan partai politik yang pasarnya segmented
Editor: Rachmat Hidayat
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA-Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dinilai sebagai partai yang justru melemahkan Gerakan Nasional #2019 Ganti Presiden pada saat partai tersebut, melalui salah satu tokohnya, Mardani Ali Sera mengklaim sebagai pelopornya.
Gerakan ini sebaiknya dibiarkan murni menjadi gerakan rakyat yang memang punya magnet, bukan gerakan partai politik yang pasarnya segmented, yaitu PKS.
“Sangat tidak strategis gerakan yang sudah massif ini tiba-tiba diklaim sebagai bagian dari kerja besar PKS melalui tokohnya, Pak Mardani. Kalau dia cerdas, sebaiknya gerakan ini dibiarkan saja murni sebagai gerakan rakyat. Toh, kalau ini nanti terus bergulir hingga 2019, yang diuntungkan pasti PKS,” ungkap Toto, peneliti senior Lingkaran Survei Indonesia (LSI Denny JA), dalam pernyataannya, Senin (21/5/2018).
Toto yang juga Direktur Eksekutif Citra Komunikasi LSI Denny JA ini menambahkan, gerakan 2019 Ganti Presiden melalui hastag-nya sudah menjadi magnet politik, khususnya di social media, karena memang memiliki public intrest yang kuat.
Tapi, begitu gerakan ini terkesan kuat milik partai tertentu, khususnya PKS, maka sebagain rakyat yang setuju dan sejalan dengan gerakan ini bisa jadi mundur. Tidak semua masyarakat, katanya lagi, suka kepada PKS.
Sebagian besar rakyat merasa terjembatani aspirasinya melalui gerakan ini. Namun, setelah tahu, gerakan ini dipelopori PKS, maka, Toto meyakini, warga yang tidak sejalan atau tidak suka kepada PKS cepat atau lambat jadi mengendur semangatnya.
Toto berpendapat, jika gerakan ini terus diidentikan dengan PKS, maka bukan mustahil pada saatnya akan makin melemah sebelum 2019.
"Padahal, menurut data survey LSI Denny JA, gerakan ini sudah diketahui oleh sekitar 50,8% public dan disukai oleh sekitar 49%. Artinya, gerakan ini sebenarnya cukup potensial mengancam keterpelihan capres incumbent, yaitu Pak Jokowi," tambahnya.
Kalau gerakan ini sampai tembus ke angka 80%, dimana publik hingga grassroot mengetahui, potensi sukanya cukup besar. Bisa jadi, berbanding lurus antara yang mengetahui dan menyukai gerakan ini. Lebih-lebih, jika situasi politik dan ekonomi ke depan makin tidak menentu.
“Jadi, sangat tidak strategis, isu sebagus ini diatribusi kepada PKS. Padahal, tidak mudah membuat dan merumuskan sebuah isu yang dengan cepat direspon massif oleh public seperti hastag ini. Mungkin, ini bisa menjadi bagian dari bahan evaluasi pemerintah, bahwa banyak warga masyarakat yang mulai tidak nyaman dengan keadaan sekarang,” tandasnya.
Menurut Toto, yang dirugikan dengan melemahnya gerakan ini, jika terus diidentikan dengan PKS, adalah capres yang diusung PKS sendiri dan Gerindra, yaitu Prabowo Subianto.
Logikanya, pada saat orang tidak nyaman dengan keadaan sekarang dan ingin ganti presiden, maka pilihan yang ada di depan mata, hanya Jokowi dan Prabowo. “Otomatis warga akan pilih Prabowo, walaupun pilihan itu bukan pilihan idealnya,” kata Toto lagi.