Cerita tentang Amien Rais Sempat Dipunggungi ketika Orasi di DPR
Dua hari sebelum Presiden Soeharto lengser dari jabatannya, mahasiswa dan aktivis sudah menduduki gedung DPR/MPR.
Penulis: Amriyono Prakoso
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dua hari sebelum Presiden Soeharto lengser dari jabatannya, mahasiswa dan aktivis sudah menduduki gedung DPR/MPR.
Kala itu, demonstrasi sudah semakin memanas. Kabar penembakan terus terdengar di telinga para mahasiswa.
Soeharto ketika Mei 98 dianggap gagal dalam menjalankan roda pemerintahan, serta menyejahterakan rakyat.
Baca: Orangtua Keluhkan Syarat Anak Wajib Diimunisasi saat Daftar Sekolah
Baca: Pegawai Negeri dan Pengacara Masuk Daftar Profesi yang Disukai Psikopat
Di saat itu, muncul sosok Amien Rais yang berdiri di mobil orasi. Pimpinan PP Muhammadiyah itu menyuarakan pendapatnya mengenai reformasi dan meminta agar Soeharto serta kabinetnya dirombak.
Keberadaan Amien Rais di mobil orasi lengkap dengan pengeras suaranya, tidak serta-merta disambut baik oleh mahasiswa dan aktivis.
Pengurus Forum Kota (Forkot), Hengki Irawan yang hadir saat kejadian itu menuturkan, Amien sempat dipunggungi dan disoraki untuk segera turun dari mobil. Dirinya, saat itu memahami Amien akan mendompleng kegiatan mahasiswa.
"Kita sempat punggungi dia waktu orasi di DPR. Kita soraki untuk turun. Banyak tokoh yang ingin dompleng, dia salah satunya. Kita yang di lapangan, tahu siapa dia," tuturnya saat ditemui di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Senin (21/5).
Hengki menguraikan, Amien dianggap sebagai tokoh pergerakan, tidak lebih karena pimpinan ormas, alumni luar negeri dan aktivis HMI.
Media, lanjut dia, masif mengabarkan tentang Amien. Sementara saat persiapan reformasi, mantan Ketua Umum PAN itu bukan siapa-siapa.
"Ya tanya saja, dia dimana saat kami dipukuli, digebuki polisi?" ucapnya.
Anggota Keluarga Besar Universitas Indonesia, Tito mengatakan, Amien Rais saat awal Mei 98, masih mendukung pemerintahan Soeharto.
Rekam jejak itu masih bisa terlihat dalam dokumentasi Mei 98 yang beredar dan pemberitaan-pemberitaan ketika itu.
"Dia dukung Soeharto beberapa minggu sebelum. Tiba-tiba dukung mahasiswa untuk reformasi. Ya kita tidak percaya pas dia orasi," katanya ketika ditemui di depan Istana Negara.
Gelar Bapak Reformasi yang disandang oleh Amien Rais saat ini pun dipertanyakan. Menurutnya, yang berhak menyandang adalah mahasiswa yang telah gugur atas tembakan aparat.
"Pertanyaannya satu, yang beri gelar, paham reformasi enggak?" tegasnya.
Amien Rais yang ditemui di Komplek Parlemen membantah hal itu. "Enggak bener, kata siapa?" ucapnya singkat.
Dianggap Gagal
Keluarga korban kejadian Semanggi I, Sumarsih menilai aktivis 98 yang saat ini berada di lingkaran Istana, gagal menerapkan agenda reformasi, terutama menggelar pengadilan HAM.
Mereka dianggap telah lupa setelah masuk dalam jajaran birokrasi.
Dijelaskan oleh Ibunda mendiang Wawan itu, banyak aktivis Mei 98 yang berada di lingkaran Jokowi, tetapi tidak satupun yang memberi masukan untuk menuntaskan kasus tersebut.
"Reformasi gagal karena aktivisnya yang saat ini menjadi elit melupakan agenda reformasi di awalnya," ungkapnya.
Contoh nyata kegagalan adalah masuknya Wiranto dalam kabinet menjadi menteri koordinator politik hukum dan keamanan. Meski, belum terbukti kaitan Wiranto dengan Mei 98, Sumarsih meyakini hal sebaliknya.
"Ada juga jenderal-jenderal lawas ini yang berkutat di pemerintahan. Saya rasa, pengungkapan kasus ini tidak akan selesai," ujarnya.
Kendati demikian, Sumarsih tetap optimis, meski setiap Kamis, tidak ada tanggapan sedikitpun dari pemerintah.
Tanggapan, hanya ada ketika Menkopolhukam dijabat oleh Luhut Binsar Pandjaitan yang mengajak untuk duduk berdiskusi. Sejak posisi berganti, tidak ada lagi. "Dulu ada. Sekarang, kalau bertemu Pak Wiranto, saya yang tidak mau," tukasnya.(rio)