Presiden: Terorisme Harus Dihadapi dengan Cara Luar Biasa
Presiden Joko Widodo menegaskan bahwa terorisme adalah kejahatan luar biasa yang dihadapi oleh mayoritas negara-negara di dunia.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Joko Widodo menegaskan bahwa terorisme adalah kejahatan luar biasa yang dihadapi oleh mayoritas negara-negara di dunia.
Untuk memeranginya, kejahatan tersebut juga harus dihadapi dengan cara-cara yang luar biasa.
Pernyataan tersebut disampaikannya saat memimpin rapat terbatas mengenai pencegahan dan penanggulangan terorisme di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (22/5/2018).
"Kita semua tahu bahwa hampir semua negara di dunia menghadapi ancaman kejahatan terorisme ini. Ancaman terorisme bukan hanya terjadi di negara-negara yang sedang dilanda konflik, tapi juga di negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan Uni Eropa juga sedang menghadapi ancaman yang sama," ujarnya mengawali arahan.
Baca: Kapolri Sebut Pemberantasan Teroris 75 Persen Dilakukan Operasi Intelijen
Selama ini perhatian kita disebut lebih banyak tertuju pada pendekatan hard power dalam menangani hal itu.
Yakni dengan melakukan penegakan hukum yang tegas, keras, dan tanpa kompromi sekaligus memburu jaringan teroris hingga ke akarnya. Namun, hal tersebut dirasa belum cukup.
"Pendekatan hard power jelas sangat diperlukan, tetapi itu belum cukup. Sudah saatnya kita juga menyeimbangkan dengan pendekatan soft power," ujarnya.
Selain memperkuat program deradikalisasi bagi para narapidana teroris sebagai pendekatan soft power yang telah dilakukan pemerintah, Presiden menginstruksikan jajaran terkait agar langkah-langkah serupa juga diupayakan untuk membentengi masyarakat dari ideologi terorisme yang penuh dengan kekerasan.
"Saya minta pendekatan soft power yang kita lakukan bukan hanya dengan memperkuat program deradikalisasi kepada mantan napi teroris, tetapi juga membersihkan lembaga-lembaga mulai dari TK, SD, SMP, SMA/SMK, perguruan tinggi, dan ruang-ruang publik dari ajaran-ajaran ideologi terorisme," ucapnya.
Lebih lanjut Presiden mengatakan, langkah preventif ini menjadi penting ketika kita melihat pada serangan teror bom bunuh diri di Surabaya dan Sidoarjo minggu lalu mulai melibatkan keluarga, perempuan, dan anak-anak di bawah umur. Hal tersebut, menurut Presiden, cukup memberikan peringatan bagi kita bersama.
"Ini menjadi peringatan kepada kita, menjadi wakeup call, betapa keluarga telah menjadi target indoktrinasi ideologi terorisme," tuturnya.
Maka itu, Kepala Negara berpesan agar pendekatan hard power yang selama ini telah berjalan lebih dipadukan dan diperkuat dengan pendekatan soft power dengan turut menyasar pada langkah pencegahan berkembangnya ideologi terorisme di lapisan masyarakat yang lebih luas.
"Sekali lagi saya ingatkan ideologi terorisme telah masuk kepada keluarga kita, sekolah-sekolah kita, untuk itu saya minta pendekatan _hard power_ dengan _soft power_ dipadukan, diseimbangkan, dan saling menguatkan sehingga aksi pencegahan dan penanggulangan terorisme ini bisa berjalan jauh lebih efektif," pungkasnya.
Secara terpisah, Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto dalam keterangannya kepada jurnalis mengatakan, terorisme bukan hanya musuh TNI dan polisi saja tetapi musuh bersama karena korbannya rakyat sehingga harus ada sinkronisasi komponen bangsa.