Advokat Peradi RBA Dukung Larangan Caleg Eks-Koruptor
Peradi RBA menilai DPR, pemerintah dan Bawaslu tidak sensitif terhadap fakta bahwa korupsi telah menyengsarakan rakyat.
Editor: Hasanudin Aco
"Masih banyak putra-putri bangsa yang patut jadi wakil rakyat, mengapa harus eks-koruptor? " tambah Mangunsong.
Ia mengakui, Pasal 240 ayat (1) huruf g UU Pemilu menyebutkan seorang caleg yang akan maju tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih, kecuali secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan merupakan mantan terpidana.
“Pasal ini ambigu dengan pasal lainnya, sehingga pasal yang memuat frasa ‘bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa’ harus dikedepankan, dan pasal yang memuat frasa ‘kecuali secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan merupakan mantan terpidana’ harus dikesampingkan. Ini kalau kita mau menjadikan korupsi sebagai musuh bersama, karena telah menyengsarakan rakyat,” paparnya.
Mangunsong pun mengutip data, sejak berlakunya era otonomi daerah tahun 2004 hingga kini, jumlah kepala daerah yang ditangkap karena korupsi lebih dari 365 orang, sedangkan jumlah anggota DPR RI dan DPRD yang terlibat korupsi lebih dari 3.600 orang.
“Tahun 2017 saja, kerugian negata akibat korupsi mencapai Rp 6,5 triliun,” cetusnya mengutip data Indonesia Corruption Watch (ICW).
Terlepas apakah pada akhirnya DPR, pemerintah dan Bawaslu menyetujui larangan eks-koruptor nyaleg atau menolak, baik Mangunsong maupun Berry menyarankan KPU tetap keukeuh pada keputusannya.
“Kalau mereka akan menggugat, silakan judicial review (uji materi) ke Mahkamah Konstitusi. Kami para advokat siap mendampingi KPU di MK,” tandas Mangunsong yang diamini Berry.