Menteri Agama Jelaskan Asal Usul Rilis 200 Nama Mubalig Kepada DPR
"Bahkan biasanya mereka meminta konfirmasi menyebutkan nama, apakah dia 'si Fulan ini bisa direkomendasikan sebagai penceramah?"
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Adi Suhendi

Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Agama RI Lukman Hakim Saifuddin menjelaskan alasan merilis 200 nama mubalig yang direkomendasikan Kementeria Agama kepada masyarakat.
Disela Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar bersama Komisi VIII DPR RI, ia mengatakan bahwa permintaan tentang rekomendasi nama mubalig itu telah diminta sejumlah pihak sejak beberapa bulan lalu.
Mulai dari orang perorangan hingga lembaga atau instansi pemerintahan.
Baca: Keluar Gedung Komisi Anti-Korupsi Malaysia Usai Jalani Pemeriksaan, Ini Pernyataan Najib
"Kami sejak beberapa waktu belakangan ini, dua (hingga) tiga bulan, dan bahkan sebelumnya, terbiasa bisa per orangan bisa kalangan, lembaga atau instansi pemerintahan itu meminta masukkan kepada kami, untuk bisa mendapatkan nama-nama penceramah," ujar Lukman, di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (24/5/2018).
Selain meminta masukan nama-nama mubalig yang layak menurut Kementerian Agama, pihak-pihak tersebut juga meminta konfirmasi nama yang mereka ajukan.
Apakah nama tersebut masuk dalam rekomendasi kementerian tersebut.
Baca: Ketua DPR Berharap Kementerian Agama Evaluasi Daftar 200 Nama Mubalig
"Bahkan biasanya mereka meminta konfirmasi menyebutkan nama, apakah dia 'si Fulan ini bisa direkomendasikan sebagai penceramah?" jelas Lukman.
Namun menurutnya, karena saat itu menjelang bulan Ramadan, maka pihaknya akhirnya menerbitkan 200 nama tersebut.
Hal itu karena memang mendekati bukan puasa, makin banyak permintaan rekomendasi nama ustaz yang diajukan sejumlah pihak.
Baca: Menteri Agama Sebut Rilis 200 Nama Mubalig Bersifat Sementara
"Tapi mungkin menjelang bulan Ramadan, permintaan itu semakin banyak," kata Lukman.
Saat ini, RDP pun masih berlangsung dengan mendengarkan keterangan pihak Kementerian Agama.
Sebelumnya polemik terus bermunculan terkait diterbitkannya 200 nama mubaligh tersebut.
Sejumlah politisi mengaku tidak setuju karena hal itu terkesan mendiskriminasi ustadz.
Selain itu, ada pula politisi yang menilai bahwa masyarakat telah memiliki rujukan sendiri terkait siapa ustadz yang mereka percayai.