Presiden Diminta Batalkan Permen ESDM No.23 Tahun 2018
Permen ESDM itu sengaja memberi kesempatan kepada asing untuk terus menguasai pengelolaan migas nasional
Editor: Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Joko Widodo diminta segera membatalkan Permen ESDM No.23 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Wilayah Kerja Migas yang Berakhir Kontrak Kerja Samanya (KKS-nya), karena bertentangan dengan UUD 1945, merusak ketahanan energi nasional, mengurangi potensi penerimaan negara dan menghambat dominasi BUMN di sektor migas.
Permintaan itu disampaikan Sejumlah praktisi dan pengamat Energi yakni Marwan Batubara, (IRESS), Sofyano Zakaria (PUSKEPI), Ferdinand Hutahean (Energi Watch Indonesia), Kholid Syeirazi (ISNU), Mamit Setiawan (Energy Wacth0, Salamuddin Daeng (AEPI), Defiyan Cori – (Ekonom Konstitusi) dan Dina Nurul Fitria (Analis Kebijakan Publik).
"Permen ESDM No.23/2018 dengan sengaja memberi kesempatan kepada asing untuk terus menguasai pengelolaan migas nasional walau telah bercokol puluhan tahun," kata Marwan Batu Bara dalam keterangan pers, Senin (28/5/2018).
Permen ESDM No.23/2018 diterbitkan pada tanggal 24 April 2018 guna menggantikan Permen ESDM No.15/2015.
Dari Pasal 2 Permen ESDM No.23 tampak dengan jelas bahwa pemerintah memberi jalan mulus bagi kontraktor eksisting untuk melanjutkan pengelolaan suatu wilayah kerja (WK) yang KKS-nya berakhir.
"Padahal, sesuai Pasal 2 Permen No.15/2015 pengelolaan WK tersebut diprioritaskan untuk dikelola oleh BUMN/Pertamina,' katanya.
Baca: Pemerintah Harus Lebih Pro Energi Terbarukan
Selain itu, berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No.36/PUU-X/2012 WK-WK migas hanya boleh dikelola oleh BUMN sebagai wujud penguasaan negara.
Hal ini merupakan perwujudan dari amanat Pasal 33 UDD 1945 di mana negara melalui Pemerintah dan DPR, berkuasa untuk membuat kebijakan, mengurus, mengatur, mengelola dan mengawasi. MK menegaskan, khusus untuk aspek pengelolaan, penguasaan negara tersebut dijalankan oleh pemerintah melalui BUMN.
Jika Pemerintah masih mematuhi amanat konstitusi, maka tidak ada alternatif lain kecuali menyerahkan pengelolaan WK-WK yang berakhir KKS-nya kepada BUMN.
"Jangankan Peraturan Menteri, bahkan PP dan UU pun harus tunduk pada amanat konstitusi," katanya.
Permen ESDM No.23 juga bertentangan dengan UU Energi No.30/2007. Pasal 2 UU Energi menyatakan energi dikelola berdasarkan asas kemanfaatan, berkeadilan, berkelanjutan, kesejahteraan masyarakat, pelestarian fungsi lingkungan hidup, ketahanan nasional, dan keterpaduan dengan mengutamakan kemampuan nasional.
Pasal 4 UU Energi menyatakan dalam rangka mendukung pembangunan nasional berkelanjutan dan meningkatkan ketahanan energi nasional, maka sumber daya energi fosil, panas bumi, hidro skala besar, dan sumber energi nuklir dikuasai negara dan dimanfaatkan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Permen ESDM No.23/2018 menyimpan misteri kemungkinan terjadinya perburuan rente melalui penunjukan langsung kontraktor KKS eksisting untuk melanjutkan pengelolaan WK yang KKS-nya berakhir (Pasal 2).
Dalam hal ini, dasar perhitungan dana yang harus dibayar oleh sang kontraktor (di luar signatory bonus) tidak jelas, sehingga rawan untuk terjadinya KKN/korupsi. Padahal dalam Permen No.15/2015, proses akuisisi saham WK tersebut dilakukan secara B-to-B dengan BUMN.