DPR Beri Catatan dan Dukungan pada KEM-PPKF 2019 Usulan Pemerintah
Fraksi-fraksi DPR telah membacakan pandangan atas KEM-PPKF tahun Anggaran 2019, pekan lalu.
Editor: Content Writer
Fraksi-fraksi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI telah membacakan pandangan atas Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) Tahun Anggaran 2019, pekan lalu.
Catatan serta dukungan diberikan oleh fraksi kepada pemerintah dalam menjalankan agenda pembangunan 2019. Pandangan dari fraksi-fraksi DPR RI pun mendapat tanggapan dari pemerintah, yang diwakili Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
Wakil Ketua DPR RI Taufik Kurniawan mengatakan, secara umum Menkeu menerima dan mengakomodir seluruh pandangan fraksi. DPR RI memberikan empati terhadap kelesuan pertumbuhan ekonomi dengan mendukung berbagai langkah pemerintah. Terhadap ketidakpastian perekonomian global, DPR RI pun mengingatkan agar pemerintah dapat memperhatikan kondisi ekonomi terkini.
“Secara keseluruhan, pandangan fraksi-fraksi DPR RI dijawab satu per satu oleh pemerintah. Terkait beberapa target dalam asumsi makro ekonomi, tentunya ini sangat dinamis. Saat tahun anggaran 2017, pemerintah juga melakukan revisi pada APBN Perubahan. Itu adalah hal yang sangat wajar, manakala terjadi kontraksi ekonomi,” kata Taufik usai memimpin Rapat Paripurna dengan agenda tanggapan pemerintah atas pandangan fraksi-fraksi DPR RI terhadap KEM-PPKF 2019, di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (31/5/2018).
Taufik menambahkan, saat Rapat Paripurna berlangsung, muncul interupsi terkait utang negara. Utang negara ini pun sebelumnya menjadi salah satu hal yang disampaikan fraksi pada saat memberikan pandangan pada KEM-PPKF 2019. Terhadap catatan terkait utang negara ini, Menkeu sebagai bendahara negara diharapkan dapat mengendalikan prospek ke depan dan utang-utang Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat pun menjadi catatan sejumlah fraksi. Langkah Bank Indonesia (BI) menaikkan suku bunga dinilai Taufik sebagai upaya untuk memproteksi penguatan dolar AS. Ia menambahkan, jika BI sudah melakukan langkah menaikkan suku bunga di tengah situasi pertumbuhan ekonomi global yang hingga saat ini belum mengembirakan, itu merupakan sinyal yang sudah serius. Karena dengan kenaikan suku bunga, pasti berkaitan dengan valas dan lainnya.
“Kita juga berharap adanya penguatan-penguatan fundamental ekonomi yang skalanya mikro, seperti bantuan-bantuan sosial. Misalnya berkaitan dengan Kartu Keluarga Sejahtera dan Program Keluarga Harapan (PKH), agar ada peningkatan taraf kesejahteraan masyarakat dan juga mengantisiapsi tren laju pertumbuhan ekonomi yang sedang menurun. Ini tentu kita apresiasi,” imbuh politisi Partai Amanat Nasional (PAN) itu.
Sebelumnnya, Menkeu Sri Mulyani Indrawati saat membacakan pidato tanggapan pemerintah atas pandangan fraksi-fraksi DPR RI mengatakan, perekonomian nasional di tahun 2019 memiliki potensi yang sangat baik, sehingga pertumbuhan ekonomi pun bisa mencapai pada kisaran 5,4-5,8 persen. Potensi itu ditopang oleh perkembangan pada beberapa tahun terakhir. Pertumbuhan ekonomi Indonesia sudah ditopang secara seimbang oleh empat mesin pertumbuhan, yaitu konsumsi, investasi, ekspor, dan belanja pemerintah.
“Selama tiga tahun terakhir, inflasi kita ada pada kisaran 3,5 persen. Ini lebih rendah dibanding rata-rata inflasi selama sepuluh tahun terakhir yang mencapai 5,6 persen. Perkembangan harga domestik dan laju inflasi telah mengalami penurunan dan semakin stabil merupakan faktor penting dalam menjaga tingkat konsumsi dan daya beli masyarakat,” jelas Menkeu.
Menkeu menambahkan, perubahan kondisi global menuju a new formal menciptakan gejolak dan tekanan yang berpotensi mengganggu stabilitas ekonomi domestik.
Pada saat ini banyak nilai tukar negara emerging dan negara maju mengalami tekanan terhadap dolar AS, termasuk Indonesia. kondisi fundamental Indonesia saat ini cukup kuat untuk menghadapi tekanan ini, sebagaimana pula periode sebelumnya.
“Hal ini terlihat dari pertumbuhan ekonomi yang stabil, defisit transaksi berjalan yang terjaga, cadangan devisa yang memadai, stabilitas keuangan yang terjaga, serta pelaksanaan APBN yang sehat. Pemerintah menyadari perlu diambil langkah-langkah responsif untuk menghadapi risiko berlanjutnya tekanan eksternal dan dampak dari proses terjadinya keseimbangan global yang baru,” tandas Menkeu.(*)