Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Tolak Tandatangan PKPU, Menkumham Dinilai Hambat Tahapan Penyelenggaraan Pemilu

Tak sepantasnya dilakukan. Menkumham bisa dianggap menghambat proses tahapan penyelenggaraan pemilu

Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Tolak Tandatangan PKPU, Menkumham Dinilai Hambat Tahapan Penyelenggaraan Pemilu
TRIBUNNEWS.COM/TRIBUNNEWS.COM/LENDY RAMADHAN
Menteri Hukum & HAM, Yasonna Laoly meresmikan Festival Keimigrasian 2018 di kawasan Monumen Nasional (Monas), Jakarta Pusat, Minggu (21/1/2018). Dalam acara tersebut, lelaki kelahiran Tapanuli Tengah 64 tahun lalu itu menegaskan bahwa pemerintah sangat gencar untuk mencegah Warga Negara Indoneisa (WNI) ke luar negeri secara ilegal. TRIBUNNEWS.COM/LENDY RAMADHAN 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peneliti dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi), Lucius Karus, menilai penolakan Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly menandatangani draft Peraturan KPU (PKPU) menghambat tahapan penyelenggaraan pemilu.

"Tak sepantasnya dilakukan. Menkumham bisa dianggap menghambat proses tahapan penyelenggaraan pemilu jika membiarkan PKPU yang dibuat KPU tak disahkan hanya karena Menkumham tidak mau menandatangani," ujar Lucius, Selasa (5/6/2018).

Menurut dia, Kementerian Hukum dan HAM bukan institusi tepat untuk menilai PKPU yang dibuat KPU bertentangan dengan UU atau tidak. Dia mengatakan, Yasonna tidak bisa menggunakan alasan itu untuk tidak menandatangani PKPU

"Yang bisa menilai pelanggaran dari PKPU yang dibuat KPU adalah Mahkamah Agung jika ada pihak yang mengajukan gugatan," kata dia.

Dia menegaskan, ancaman Menkumham juga bisa dianggap sebagai suatu bentuk intervensi terhadap KPU yang menurut undang-undang (UU) harus bekerja atas prinsip mandiri dan otonom serta independen.

Selain itu ancaman tidak mau menandatangani PKPU dari Menkumham bisa memunculkan kritik dari publik yang merasa aspirasi dalam menunjukkan partisipasi untuk penyelenggaraan pemilu yang berintegritas dan bersih justru "dibunuh" oleh sikap menteri yang cenderung "otoriter".

"Penolakan terhadap mantan napi koruptor adalah suara mayoritas warga negara atau pemilih yang sudah jengah melihat tingkah polah pejabat baik di eksekutif maupun legislatif yang tak kenal henti melakukan korupsi," tegasnya.

Berita Rekomendasi

Melalui pembatasan mantan narapidana korupsi berpartisipasi Pemilihan Legislatif 2019, kata dia, rakyat menginginkan ada keseriusan dari elit negara memastikan mantan koruptor tidak lagi mengisi daftar caleg karena hanya dengan sikap tegas sejak awal, jaminan lahirnya wakil rakyat yang bersih mulai memiliki harapan.

Dia menambahkan Yasonna jangan sampai justru menjadi "alat" koruptor untuk kembali ke jagad perpolitikan hanya karena kuasanya untuk menandatangani PKPU.

Sebelumnya, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly menegaskan bahwa dirinya tidak akan menandatangani draf PKPU yang mengatur larangan mantan narapidana kasus korupsi untuk maju dalam Pemilu Legislatif 2019.

Menurut Yasonna, PKPU tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu).

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas