KPK Bantah Pertanyaan Sekjen PDIP soal OTT Bernuansa Politis
Sekjen PDI Perjuangn Hasto Kristiyanto menilai Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK akhir-akhir ini bersifat politis.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Hasanudin Aco
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sekjen PDI Perjuangn Hasto Kristiyanto menilai Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK akhir-akhir ini bersifat politis.
Pasalnya, menurut Hasto, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap kepala daerah yang memiliki elektabilitas tinggi di Pilkada.
"Kesan adanya kepentingan politik ini dapat dicermati pada kasus OTT terhadap Samanhudi Wali Kota Blitar dan Syahri Mulyo calon bupati terkuat di Tulungagung," kata Hasto dalam keterangannya, Minggu (10/6/2018).
Samanhudi memenangi Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada) Blitar pada 2010 atas dukungan PDI-P dan PKB.
Baca: Pimpinan KPK Sudah Prediksi Bupati Tulungagung Akan Menyerahkan Diri
Saat itu dia berpasangan dengan Purnawan Buchori.
Sedangkan, Syahri Mulyo menjabat bupati Tulungagung periode 2013-2018.
Politisi PDIP itu bersama pasangannya Maryoto Bhirowo memenangi pilkada Tulungagung 2013 dengan perolehan suara 48%.
"Faktanya, yang ditangkap di Kota Blitar adalah seorang penjahit, dan bukan pejabat negara. Lalu di Kabupaten Tulungagung seorang kepala dinas dan perantara, bukan Syahri Mulyo. Kesemuanya lalu dikembangkan bahwa hal tersebut sebagai OTT terhadap Samanhudi dan Syahri Mulyo. Ada apa di balik ini?" ungkap Hasto.
Terkait hal itu, Wakil Ketua KPK Laode Syarif menegaskan bahwa OTT yang dilakukan terhadap kedua politisi PDI-P tersebut sama saja dengan kasus OTT lainnya.
"Ini sama saja dengan OTT yang lain, karena perantara dan pemberinya ditangkap bersamaan termasuk uang barang buktinya. Yang membedakan hanya bupati dan walikotanya melarikan diri," ujar Laode saat dikonfirmasi, Senin (11/6/2018).
Laode menambahkan, dalam kegiatan operasi tangkap tangan Itu KPK tidak mempunyai kepentingan politik dalam penegakan hukum.