Ketua Dewan Pembina PPD RI: Pilih Calon Kepala Daerah yang Berpihak untuk Desa
Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2018 akan digelar serentak di 171 daerah di Indonesia, Rabu (27/6/2018).
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2018 akan digelar serentak di 171 daerah di Indonesia, Rabu (27/6/2018).
Ketua Dewan Pembina Persatuan Perangkat Desa Republik Indonesia (PPD RI) Sumaryoto Padmodiningrat menyerukan agar masyarakat yang memiliki hak pilih menggunakannya sebaik-baiknya, dengan memilih calon kepala daerah yang berpihak kepada masyarakat desa, di samping bersih dan bebas dari isu korupsi.
“Pilih calon kepala daerah, apakah gubernur/wakil gubernur atau bupati/wakil bupati, yang berpihak kepada masyarakat desa. Bersih saja tidak cukup,” ujar Sumaryoto yang juga mantan anggota DPR RI dalam rilisnya, Selasa (26/6/2018).
Salah satu indikator calon kepala daerah berpihak kepada desa, jelas Sumaryoto, bila incumbent (petahana), maka ia tidak pernah melakukan pemotongan dana desa, atau sekadar mempersulit pencairan dana desa.
“Bila bukan petahana, minimal dia memiliki program konkret terkait pembangunan desa,” jelasnya.
Apabila ada petahana yang selama ini mempersulit pencairan dana desa, apalagi melakukan pemotongan, menurut dia, sudah jelas calon tersebut tak layak dipilih, karena terbukti tidak berpihak kepada masyarakat desa.
“Bagi calon non-petahana, jangan sekadar dilihat program kerjanya, tetapi juga track records atau rekam jejaknya, apakah dia pernah mempersulit atau merecoki dana desa. Banyak calon kepala daerah yang berasal dari legislatif, ada pula yang dari swasta dan lembaga swadaya masyarakat (LSM). Kita perlu telusuri track records mereka,” papar pria low profile yang juga pengusaha ini.
Baca: Pilkada Serentak Besok, Wakapolri: Pengamanan Terpantau Lancar
Dengan lahirnya Undang-Undang (UU) No 6 Tahun 2014 tentang Desa, lanjutnya, desa diberi kepercayaan oleh negara untuk mengatur dan mengelola keuangan dalam rangka pembangunan di desa dengan tetap memperhatikan peraturan yang berlaku secara nasional.
Harapan membawa desa menjadi lebih maju, mandiri, demokratis dan sejahtera pun terbuka lebar. Desa tidak lagi menjadi objek pembangunan, dan pemerintah desa bersama masyarakat harus berperan aktif untuk menjadikan desa yang kuat.
“Kuatnya pertumbuhan dan perkembangan lokal (desa) akan menjadi ciri pertumbuhan dan perkembangan nasional,” jelasnya sambil menambahkan hal tersebut sejalan dengan Nawa Cita Presiden Joko Widodo, yakni membangun Indonesia dari pinggiran atau desa.
Oleh karena itulah, kata Sumaryoto, negara kemudian mengalokasikan dana desa dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dari tahun ke tahun terus meningkat.
“Dana desa inilah energi utama pembangunan desa. Kalau ada kepala daerah yang menghambat apalagi menyunat, berarti ia tidak berpihak kepada masyarakat desa,” tegasnya.
Tahun 2018 ini alokasi dana desa dalam APBN sebesar Rp 60 triliun atau sama dengan tahun 2017, sehingga setiap desa rata-rata mendapat alokasi sebesar Rp 863 juta. Tahun 2019 alokasi dana desa akan dinaikkan menjadi Rp 85 triliun.
“Jangan sampai calon kepala daerah melakukan penyunatan, apalagi untuk ongkos politik pilkada,” pintanya.
Terkait program, masih kata Sumaryoto, calon kepala daerah yang layak dipilih adalah yang memiliki program pembangunan desa yang selaras dengan peruntukan dana desa.
Contohnya, pengerjaan proyek yang menggunakan dana desa tidak boleh seluruhnya diserahkan kepada pihak ketiga. Harus ada yang dilakukan sendiri alias swakelola yang melibatkan penduduk setempat.
"Misalnya penggunaan tenaga kerja, dari desa itu sendiri dan mendapat upah dari dana desa," cetusnya sambil menambahkan, jumlah dana desa pada sebuah desa yang dialokasikan untuk menambah lapangan pekerjaan ialah 20%, sehingga kesejahteraan masyarakat desa meningkat dan daya beli pun meningkat.
Ia yakin, masyarakat desa akan menjadi penentu kemenangan calon kepala daerah, karena 80% penduduk Indonesia tinggal di desa-desa.
“Rakyat desa berdaulat atas desa dan daerahnya sendiri, sehingga kepala daerah yang dipilih pun harus yang memiliki keberpihakan kepada masyarakat desa,” tandasnya sambil berharap ada revisi UU Desa untuk memasukkan nomenklatur kas desa sehingga dana desa bisa langsung masuk ke kas desa, tidak "mampir" lagi ke kas kabupaten.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.