Peruntukan SKM Harus Disosialisasikan Masif dan Komprehensif
Anggapan bahwa susu kental manis (SKM) adalah asupan yang setara dengan susu harus segera diubah.
Editor: Content Writer
Persepsi sebagian besar masyarakat Indonesia yang menganggap bahwa susu kental manis (SKM) adalah asupan yang setara dengan susu harus segera diubah.
Untuk itu perlu segera ada sosialisasi masif dan komprehensif dari Pemerintah termasuk meminta para produsen susu mengubah pesan dalam setiap tayangan iklannya dan memberi peringatan peruntukan SKM terutama batasan usia di kemasan produknya.
Ketua Komite III DPD RI yang membidangi persoalan kesehatan Fahira Idris mengungkapkan, selama ini ada dua persepsi yang timbul di masyarakat terkait peruntukan SKM.
Persepsi pertama, yang paling banyak dipercaya masyarakat, SKM adalah susu. Semakin sering mengonsumsinya maka semakin sehat terlebih buat anak-anak.
Iklan SKM di televisi menjadi faktor yang paling kuat membentuk paradigma berpikir seperti ini. Persepsi kedua, ada sebagian kelompok masyarakat yang sudah memahami bahwa SKM bukan susu dan tidak boleh dikonsumsi berlebihan, tetapi bingung karena tidak ada sosialisasi masif terkait hal ini dari Pemerintah.
“Sebenarnya polemik ini kan sudah bergulir cukup lama di masyarakat. Namun, apapun itu kita apresiasi penegasan yang dikeluarkan BPOM beberapa waktu lalu. Namun penegasan soal SKM ini harus disertai dengan sosialisasi masif dan komprehensif ke seluruh penjuru Indonesia. Saya harap baik BPOM maupun Kemenkes segera merumuskan sosialisasi soal SKM secepat mungkin, terutama ketegasan batas usia yang dilarang mengonsumsi SKM,” tukas Fahira Idris di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta (16/7).
Menurut Fahira, sosialisasi masif dan komperehensif diperlukan karena sudah berpuluh-puluh tahun terbentuk mindset di masyarakat bahwa SKM adalah susu yang sehat buat siapa saja dan minuman bergizi untuk seluruh keluarga sehingga semakin sering dikonsumi semakin baik. Untuk itu perlu ada sosialisasi yang masif dan komprehensif terkait peruntukann SKM.
“Masif maksudnya menggunakan berbagai saluran komunikasi dan sosialisasi dengan volume yang intensif agar informasi soal SKM mudah diketahui masyarakat. Sedangkan komprehensif maksudnya pesan dan tujuan sosialisasi soal SKM ini tepat dan tidak multitafsir. Jangan sampai sosialisasi ini membuat masyarakat menjadi antipati terhadap SKM. Ini tentunya tidak kita inginkan bersama,” jelas Anggota DPD RI atau Senator Jakarta ini.
Indonesia, lanjut Fahira, sedang menghadapi tantangan serius di kesehatan yaitu beban ganda penyakit. Jika pada era 1990-an, penyebab kematian dan kesakitan terbesar adalah penyakit menular seperti Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA), Tuberkulosis (TBC), dan Diare.
Namun sejak 2010, penyakit tidak menular (PTM) seperti stroke, jantung, dan kencing manis menjadi penyebab utamanya.
“Ini semua diakibatkan gaya hidup dan konsumsi pangan yang tidak sehat. Penyakit-penyakit tidak menular ini sekarang mendominasi penyebab kematian dan kesakitan terbesar. Dampaknya apa, beban pada pembiayaan kesehatan negara membengkak, makanya BPJS Kesehatan selalu defisit. Makanya, program kesehatan yang sifatnya preventif dan promotif harus diutamakan termasuk sosialisasi soal SKM ini,” pungkas Fahira.(*)