Terkait Program Biodiesel B30, Pemerintah Perlu Sosialisasikan yang Libatkan Lembaga Independen
Pendekatan kekuasaan dan pemaksaan kehendak harus dihindari, apalagi jika dimaksudkan hanya untuk melindungi kepentingan sektor industri CPO
Editor: Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -Rencana program peningkatan kandungan biodiesel 30 persen yang akan dilakukan pemerintah memperoleh tanggapan pengamat energi dari Direktur Eksekutif Indonesia Resources Studies (IRESS), DR Marwan Batubara.
Ia berpandangan kebijakan B30 tersebut cukup baik dan relevan, sepanjang pelaksanaan dijalankan sesuai dengan prosedur dan tata laksana yang berlaku umum dan transparan, serta semua pihak terkait memperoleh porsi keuntungan yang wajar dan berkeadilan.
"Pemerintah harus melakukan sosialisasi dan uji coba dengan melibatkan lembaga independen secara komprehensif, serta hasilnya disampaikan secara terbuka," katanya, Senin (16/7/2018).
Menurutnya pendekatan kekuasaan dan pemaksaan kehendak harus dihindari, apalagi jika dimaksudkan hanya untuk melindungi kepentingan sektor industri CPO.
"Kita tidak ingin pemberlakuan kebijakan B30 (sebelumnya B20 pada 2016) lebih berat untuk melindungi dan mendukung pemilik industri CPO karena keuntungan tergerus saat harga CPO turun," katanya.
Namun di sisi lain konsumen pemilik kendaraan pribadi, perusahaan kereta api, alat-alat berat, industri tambang, transportasi kapal, kapal-kapal TNI-AL justru harus merugi dan dikorbankan.
"Kita ingin pemerintah bersikap adil dan membuat kebijakan yang berkeadilan bagi semua pihak," katanya.
Saat harga minyak dunia turun pada 2015-2016 turun pada kisaran US$ 30-45 per barel, semua kalangan konsumen nasional (dunia!) menikmati harga BBM yang murah.
Baca: Marwan Batubara: Perombakan Direksi Pertamina Sarat Nuansa Politik
Namun saat harga CPO turun cukup rendah, rakyat Indonesia tidak merasakan manfaat apa-apa sebagaimana terjadi pada sektor migas. Bahkan justru rakyat diminta untuk berkorban “menolong” industri/produsen CPO dengan program B20 atau B30.
Perlu dicatat saat harga CPO naik, rakyat juga harus membayar produk-produk CPO yang naik itu, meskipun kita menyandang status sebagai negara produsen CPO terbesar di dunia. Saat harga CPO tinggi, keuntungan yang berlipat tersebut nyaman dinikmati produsen CPO, karena pemerintah pun tidak memberlakukan skema windfall profit tax (WPT), meskipun kita memiliki falsafah tentang keadilan sosial, sila ke-5 Pancasila.
Padahal jika merujuk ke Malaysia sebagai produsen kedua terbesar CPO dunia, ternyata Malaysia telah memberlakukan WPT industri CPO sesuai Windfall Profit Levy Act 1998.
"Besarnya pajak tambahan WPT untuk penjualan CPO adalah 15% saat harga CPO melebihi RM 2500 di Semenanjung Malaysai dan RM 3000 di Sabah dan Serawak," katanya.
Marwan ingin pemerintah bukan saja bebas dari membuat kebijakan yang bebas campur tangan kepentingan para konglomerat pemilik industri sawit, sehingga terkesan memaksakan pemberlakuan program mandatory biodiesel B30 secara terburu-buru, tetapi juga memberlakukan kebijakan WPT pada sektor sawit.
Di samping itu pemerintah perlu menjamin dominasi negara dalam membuat kebijakan dan penguasaan pada seluruh rantai produksi CPO sesuai konstitusi. Sesuai Pasal 33 UUD 1945, maka BUMN-lah yang seharusnya lebih dominan dan berperan dalam sektor industri CPO kita.