Anggota Bawaslu Menilai Larangan Poltisasi SARA Tidak Tegas
Anggota Bawaslu RI, Ratna Dewi Petalolo, menilai perlu pengaturan mengenai larangan penggunaan SARA dalam Pilkada dan Pemilu.
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Bawaslu RI, Ratna Dewi Petalolo, menilai perlu pengaturan mengenai larangan penggunaan SARA dalam Pilkada dan Pemilu. Sejauh ini, undang-undang belum mengatur secara tegas mengenai politik identitas itu.
"Jadi, memang definisi undang-undang tidak terlalu tegas. Apa sih yang dimaksud politik SARA. Unsur-unsurnya seperti apa? Itu kan belum terurai jelas dalam UU," ujar Ratna.
Untuk itu, kata dia, perlu ada diskusi dari pihak berkepentingan sebagai upaya merumuskan mengenai aturan larangan penggunaan SARA. Sehingga, tidak ada kesalahan di dalam proses penindakan.
"Nah, ini yang perlu kita diskusikan ke depan. Sehingga, nanti tidak ada kesalahan dalam proses penindakan," kata Ratna.
Menurut Ratna, Bawaslu RI hanya mengetahui bagaimana cara mencegah terjadi penggunaan SARA selama pesta demokrasi rakyat. Dia menilai, fungsi pencegahan di Bawaslu RI berjalan baik.
Baca: Kisah Mantan Pecandu Narkoba: Dikeroyok Gara-gara Mencuri hingga Berkali-kali Direhabilitasi di RSJ
Pihaknya melakukan berbagai cara, seperti gerakan tolak politisasi SARA, kerja sama dengan tokoh lintas agama, membuat buku mengenai pengawasan lintas agama, serta ke depan mengadakan pengawasan lintas agama.
"Jadi, menurut kami kinerja kami sangat maksimal karena kami belajar dari Pilkada DKI yang dampaknya sangat berbahaya. dampaknya juga dirasa di luar DKI, hampir dirasakan seluruh wilayah NKRI," tuturnya.
Pasca Pilkada DKI Jakarta 2017, dia menegaskan, dampak penggunaan politisasi SARA tidak hilang, tetapi, tetap berlanjut.
Dia menambahkan, dampak politisasi SARA sangat berbahaya, karena mengakibatkan keterbelahan di masyarakat.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.