Ada Parpol Besar Ongkosi Partai Kecil Jelang Pilpres
Politikus Partai Demokrat, Ferdinand Hutahaean mengaku mendengar adanya isu bahwa partai besar siap mengongkosi partai kecil
Penulis: Amriyono Prakoso
Editor: Malvyandie Haryadi
![Ada Parpol Besar Ongkosi Partai Kecil Jelang Pilpres](https://asset-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/partai-demokrat-ferdinand-hutahaean_20180719_075337.jpg)
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Politikus Partai Demokrat, Ferdinand Hutahaean mengaku mendengar adanya isu bahwa partai besar siap mengongkosi partai kecil di gelaran pemilu serentak 2019. Bahkan, jelas dia, masih ada iming-iming tersebut hingga hari ini.
"Ya itu kan sudah dua bulan lalu. Santer sekali dan nyata terlihat. Bahkan, sampai sekarang juga masih ada. Saya tidak mau menyebutkan partai mana, tapi ya ada," ujarnya.
Baca: Biasa Glamour, Begini Penampilan Celine Evangelista Saat Antar Anak Sekolah dan Belanja ke Pasar
Tujuannya, kata dia sama halnya kejadian di pemilihan kepala daerah yakni menciptakan calon tunggal. Pembiayaan, lanjutnya, bisa mencapai ratusan miliar rupiah.
"Tapi, beruntung keinginan calon tunggal itu tidak terjadi. Masih banyak, petinggi partai politik yang tidak tergoda dengan hal-hal seperti itu," jelasnya.
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menjelaskan tawaran secara finansial bisa saja terjadi dalam perpolitikan hari ini.
Kesepakatan tersebut, lanjut dia, memungkinkan apabila terdapat ketimpangan antar parpol dalam satu koalisi. Partai yang memiliki figur untuk menjadi capres atau cawapres akan memiliki kepentingan lebih besar dibanding mereka yang hanya mendukung. Menjadi sebuah konsekuensi umum, partai pendukung akan meminta jatah kursi menteri.
"Sekarang masalahnya, bukan hanya kursi menteri, tetapi juga kompensasi untuk membayar sejumlah dana. Pembicaraannya, bukan mahar politik, tetapi ongkos politik dari partai besar untuk partai kecil," tukasnya.
Keterpaksaan untuk berkoalisi, juga menjadi alasan lain. Partai besar, akan memberikan insentif agar partai yang memiliki suara dibawahnya tetap bergabung guna memenuhi syarat presidential threshold. Oleh karenanya, dia menilai kepentingan politik saat ini lebih ke arah pragmatis dibandingkan dengan kepentingan ideologis.
"Sudah tidak ada lagi pembicaraan yang berdasar unsur ideologi. Hampir semua perbincangan hanya mengenai kepentingan pragmatis semata. Maka saya bilang, mengongkosi partai politik itu bisa saja terjadi," ujarnya.
Ketua DPP Partai Golkar, Ace Hasan Syadzily mengaku tidak mengetahui adanya hal-hal seperti itu. Dia meyakini bahwa tidak mungkin praktik itu terjadi. Partai besar, lanjut dia, juga tidak akan mau membayari partai politik lain untuk kepentingan dalam pemilihan umum.
"Enggak ah. Enggak mungkin ada yang seperti itu. Saya tidak tahu malah kalau ada yang begitu. Golkar juga tidak mau bayar partai lain," katanya.
Ketua DPP Partai NasDem, Taufik Basari mengatakan tidak ada praktek seperti itu. Meski, partainya tidak memiliki suara signifikan, pihaknya enggan menerima dana dari partai lain.
Menurutnya, partai politik seharusnya mandiri secara finansial. Akan menjadi sebuah kemunduran dan memalukan citra partai apabila ada kesepakatan tersebut.
"Ya pasti lah. Citra partai akan buruk apabila menerima dana dari partai lain untuk biaya pemenangan," tegasnya.
Ferdinand Hutahaean, mengatakan partainya tidak akan membayari partai lain meski memiliki kepentingan. Seraya berkelakar, dia mengatakan banyak caleg dari Demokrat, termasuk caleg miskin.
"Banyak caleg kita tuh miskin. Mana bisa bayarin partai lain," katanya seraya tertawa.(amryono prakoso)