Hakim Nyatakan JAD Sebagai Organisasi Terlarang di Indonesia
Hakim menyatakan JAD sebagai korporasi yang mewadahi aksi terorisme dan terafiliasi kelompok teroris Negara Islam Irak dan Suriah atau ISIS.
Penulis: Dennis Destryawan
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Majelis hakim memutuskan membekukan dan membubarkan organisasi Jamaah Anshor Daulah (JAD).
Hakim menyatakan JAD sebagai korporasi yang mewadahi aksi terorisme dan terafiliasi kelompok teroris Negara Islam Irak dan Suriah atau ISIS.
Putusan itu disampaikan majelis hakim dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (31/7).
Baca: Pilot Heli Nekat Evakuasi Jenazah
"Menetapkan membekukan korporasi atau organisasi Jamaah Anshor Daulah, organisasi lain yang berafiliasi dengan ISIS (Islamic State in Iraq dan Syria) atau DAESH (Al Dawla Al Sham) atau ISIL (Islamic State in Iraq and Levant) atau IS (Islamic State) dan menyatakan sebagai korporasi yang terlarang," ujar hakim ketua Aris Bawono saat membacakan amar putusan.
Dalam putusannya, majelis hakim menilai JAD merupakan korporasi yang telah berafiliasi dengan ISIS dan melakukan tindak pidana terorisme.
Oleh karenanya, majelis hakim juga menjatuhkan pidana denda sebesar Rp 5 juta kepada JAD yang diwakili pimpinannya, Zainal Anshori.
Hakim ketua Aris Bawono mengatakan, keadaan yang memberatkan korporasi JAD adalah menimbulkan keresahan dan ketakutan di masyarakat.
Dan majelis hakim tak menemukan hal atau keadaan yang meringankan terdakwa.
Majelis hakim menyatakan, JAD telah terbukti melanggar Pasal 17 Ayat 1 dan Ayat 2 juncto Pasal 6 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme sebagaimana telah ditetapkan menjadi Undang-undang Nomor 15 Tahun 2003.
Dalam pertimbangannya, majelis hakim menyatakan JAD sebagai organisasi yang mewadahi aksi terorisme. JAD diyakini mewadahi perbuatan yang menggerakkan teror dan menimbulkan korban.
Menurut majelis hakim, JAD terbentuk atas dasar pemikiran terpidana mati Aman Abdurrahman alias Oman Rochman dengan memanggil beberapa pengikutnya, yakni Abu Musa dan Zainal Anshori, ke Lapas Nusakambangan.
Di lapas tersebut, Aman memerintahkan Marwan alias Abu Musa segera membentuk semacam organisasi yang mewadahi orang-orang sepemikiran manhaz daulah islamiyah.
Terbentuklah JAD di bawah kepemimpinan Abu Musa dan Zainal Anshori sebagai Amirul Jawa Timur, hingga Abu Musa pergi untuk berjihad ke Suriah. Abu Musa menunjuk Zainal Anshori untuk menjadi pimpinan pusat JAD untuk menggantikannya.
Pada sidang sebelumnya, JPU sempat menghadirkan empat orang saksi untuk menguatkan dakwaan pelanggaran JAD. Di antaranya adalah terpidana kasus bom Thamrin, Syaiful Muntahir alias Abu Ghar.
Dia merupakan salah satu saksi yang mengetahui awal mula pembentukan organisasi tersebut di kawasan Batu, Malang, Jawa Timur pada 2015 lalu. Sejak itu, JAD terlibat dalam berbagai aksi teror Indonesia.
Pimpinan JAD, Zainal Anshori alias Abu Fahry alias Qomarudin bin M Ali, selaku perwakilan JAD sempat mengacungkan jari telunjuk ke atas saat menuju ke meja tim kuasa hukumnya untuk berdiskusi atas putusan tersebut.
Setelah berdiskusi dengan Zainal Anshori, Asludin Hatjani selaku kuasa hukum menyatakan menerima putusan majelis hakim. "Setelah dipertimbangkan, klien kami memutuskan tidak mengajukan banding," kata Asludin Hatjani.
Mendengar jawaban pasrah dari pihak JAD, Jaksa Penuntut Umum (JPU) justru menyatakan pikir-pikir untuk mengajukan banding atau tidak atas putusan majelis hakim. Padahal, putusan majelis hakim sesuai dengan tuntutan JPU sebelumnya.
Usai majelis hakim menutup persidangan, Zainal Anshori yang mengenakan baju koko abu-abu dan peci hijau langsung memekikan takbir seraya mengangkat jari telunjuk ke atas. "Takbir," teriak Zainal.
Polri menyambut baik putusan pengadilan yang membekukan organisasi JAD ini. Dengan dibubarkannya JAD, Polri meyakini pihaknya akan lebih mudah dalam menindak dan memberantas aksi terorisme.
"Tentunya dengan bubarnya JAD akan memudahkan Polri ke depannya untuk melakukan penindakan," kata Kadiv Humas Polri, Irjen Pol Setyo Wasisto.
Setyo menegaskan, pihaknya telah mengantongi data sel-sel teroris di Tanah Air.
Dengan dibubarkannya JAD oleh pengadilan, maka pemberantasan terorisme menjadi sangat mudah. Apalagi, saat ini telah ada UU Nomor 5 tahun 2018 tentang Antiterorisme. "Kami bisa deteksi mana saja orang-orang maupun kelompok yang terafiliasi dengan mereka dan kami tindak sesuai dengan UU Nomor 5 tahun 2018," jelasnya. (tribun network/dennis destriawan)