Jokowi Didesak Perintahkan Kapolri dan Jaksa Agung Usut Dalang Pembunuh Munir
Ketua Bidang Advokasi YLBHI Muhammad Isnur menilai Presiden Jokowi seharusnya tegas dalam menyelesaikan kasus pembunuhan aktivis HAM, Munir
Penulis: Fahdi Fahlevi
Editor: Sugiyarto
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Bidang Advokasi YLBHI Muhammad Isnur menilai Presiden Joko Widodo (Jokowi) seharusnya tegas dalam menyelesaikan kasus pembunuhan aktivis HAM, Munir Said Thalib.
Menurut Isnur, Presiden Jokowi dapat memerintahkan Kapolri Jendral Pol Tito Karnavian dan Jaksa Agung HM Prastyo untuk mengusut nama-nama yang ada di persidangan.
"Progresnya apa? Apakah sudah ada instruksi dari Kapolri dan Jaksa Agung," ujar Isnur di Kantor KontraS, Jalan Kramat II, Jakarta Pusat, Rabu (29/8/2018).
Isnur juga menyesalkan pernyataan dari Seskab Pramono Anung yang meminta semua pihak menghargai proses peradilan yang telah dijalani terpidana kasus pembunuhan Munir, Pollycarpus Budihari Priyanto.
Selain itu, pemerintah juga memastikan
berkomitmen untuk mengusut tuntas kasus tersebut bila ditemukan fakta atau novum baru dalam kasus tersebut.
"Pak Jokowi punya wewenang itu dan menurut saya jadi (Presiden Jokowi) jangan bersembunyi di balik keterbatasan," tegas Isnur.
Munir meninggal di dalam pesawat Garuda Indonesia menuju Amsterdam pada 7 September 2004 dalam perjalanan untuk menempuh pendidikan S-2 di Utrecht, Belanda.
Dalam penyelidikan, diketahui bahwa Munir meninggal dengan cara yang tidak wajar.
Otopsi yang dilakukan Pemerintah Belanda atas jenazah Munir mendapati racun arsenik dalam kadar mematikan di dalam tubuhnya.
Munir selama ini dikenal tak gentar memperjuangkan HAM.
Dirinya pernah melawan Kodam V Brawijaya ketika memperjuangkan kasus kematian Marsinah, aktivis buruh di Sidoarjo, Jawa Timur, yang diculik dan disiksa dengan brutal hingga tewas.
Munir juga tak gentar menyelidiki kasus hilangnya 24 aktivis dan mahasiswa di Jakarta pada masa reformasi 1997-1998.
Termasuk kasus penembakan mahasiswa di Trisakti (1998), Semanggi (1998 dan 1999), hingga pelanggaran HAM semasa referendum Timor Timur (1999).
Dalam perjalanan, saat era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 23 Desember 2004 membentuk Tim Pencari Fakta (TPF) Kasus Munir yang diketuai petinggi kepolisian saat itu, Brigjen (Pol) Marsudi Hanafi dan melibatkan sejumlah masyarakat sipil.