Karyono Wibowo: Pelukan Jokowi - Prabowo Bagaikan Oase di Padang Pasir
Pelukan Jokowi dan Prabowo di ajang Pencak Silat Asian Games menjadi viral di berbagai media
Editor: Rachmat Hidayat
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA-Pelukan Jokowi dan Prabowo di ajang Pencak Silat Asian Games menjadi viral di berbagai media. Adegan pelukan yang menandakan kemesraan kedua tokoh yang akan berlaga di pemilihan presiden 2019 mendatang itu menjadi perbincangan publik.
Direktur Indonesia Public Institute (IPI) Karyono Wibowo menilai pelukan Jokowi dan Prabowo bagaikan oase di padang pasir yang panas dan kering. Menurut peneliti senior IPI ini, pelukan Jokowi dan Prabowo dapat menjadi penyejuk di tengah memanasnya suhu politik saat ini. Dia berharap momentum tersebut harus dimanfaatkan untuk meredakan ketegangan yang terjadi di akar rumput.
"Para elit politik yang lain, termasuk para penggerak aksi 2019 Ganti Presiden semestinya bisa belajar dari sikap Jokowi dan Prabowo," ujar Karyono, Jumat (31/8/2018).
Menurutnya, sejatinya adegan pelukan Jokowi dan Prabowo memiliki pesan politik yang hendak disampaikan ke khalayak. Pesan yang terselib dalam pelukan dua bakal capres 2019 tersebut adalah perdamaian.
Keduanya secara tersirat ingin menyampaikan pesan agar pilpres 2019 berlangsung damai.
Selain pesan perdamaian, makna pelukan yang dilakukan di tengah arena Asian Game, tepatnya di ajang pertandingan Pencak Silat tersebut memiliki makna agar pilpres 2019 berlangsung fair play, profesional, saling menghormati, siap menang dan siap kalah.
Seolah ingin menghimbau agar pertarungan pilpres belajar dari pertandingan pencak silat di Asian Game. "Siapapun pemenangnya tetap harus saling menghormati dan mengedepankan persatuan untuk kemajuan bangsa Indonesia," alumni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) ini menegaskan kembali.
Pelukan mesra Jokowi - Prabowo, katanya lagi bisa saja menurunkan ketegangan di akar rumput asalkan diikuti dengan instruksi dan komando oleh kedua tokoh beserta tim pendukungnya. Tapi jika tidak, maka kemesraan kedua capres tersebut hanya menjadi fatamorgana.
Menurutnya, tidak mudah mengendalikan emosi pendukung fanatik. Apalagi di tengah kultur politik yang saling menegasikan seperti yang terjadi saat ini. Meski tokoh sentral sudah memberikan contoh berpolitik yang baik tetapi pengaruhnya tidak signifikan dalam mencegah ketegangan terutama ketegangan di media sosial.
Faktor lainnya adalah syahwat politik yang mengaibaikan etika dan moral lebih mendominasi ruang politik menjadi penyebab kegaduhan politik selama dua dekade ini.
"Untuk itu sikap Jokowi dan Prabowo yang telah memberikan contoh berpolitik yang menjunjung tinggi persatuan ini harus terus dilakukan dan menjadi contoh bagi elit politik yang lain. Tapi catatan pentingnya adalah harus diikuti dengan membangun kesadaran kolektif di masyarakat tentang berdemokrasi yang sesuai dengan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia," kata dia.
"Jadi, harus menggunakan pendekatan secara holistik untuk membangun kultur politik dan demokrasi yang sehat sesuai dengan jiwa Pancasila," lanjutnya.