Mantan Dirjen Otda : 80 Persen Pemekaran Daerah Gagal
Ia pernah menjabat Direktur pada Direktorat Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri pada 2010.
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Mega Nugraha Sukarna
TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG -- Guru Besar Ilmu Pemerintahan Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN), Djohermansyah Djohan berpendapat pemekaran daerah otonom baru (DOB) selama ini kerap didasari kepentingan politik dibandingkan substansi pemenuhan pelayanan publik.
"Kalau lihat dari segi objektifnya, selama ini pemekaran lebih banyak kepentingan politiknya dibanding kepentingan teknis pemerintahannya, dalam artian kemampuan mengurus rumah tangga daerahnya sendiri, kemampuan ekonomi dan potensi ekonominya," ujar Djohermansyah via ponselnya, Kamis (6/9/2018).
Baca: Terseret Korupsi, Anggota DPRD Kota Malang Tinggal 4 Orang, Ini Agenda-agenda Yang Terancam
Ia pernah menjabat Direktur pada Direktorat Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri pada 2010. Ia menjelaskan saat ini terdapat 542 pemerintahan tingkat provinsi, kota dan kabupaten.
223 diantaranya adalah DOB yang dibentuk pascareformasi 1999-2014. Karena selama ini DOB dibentuk berdasarkan kepentingan politik, maka relevan jika kebanyakan DOB ini gagal.
"Dari data evaluasi Kemendagri-Bappenas, penambahannya banyak sekali, 223 DOB dari sebelumnya 319 daerah sejak merdeka hingga reformasi. Dan 80 persen dari 223 DOB itu gagal atau tidak mampu memenuhi kesejahteraan masyarakat, tidak mampu mengubah pelayanan jadi baik. Jadi itu fakta, evaluasi Kemdagri makanya sekarang ditahan-tahan, di moratorium," ujar Djohermansyah yang merupakan pakar otonomi daerah itu.
Ia mencontohkan, dari 223 DOB, banyak daerah yang menggantungkan perekonomiannya dari APBN. "Banyak DOB yang PAD-nya 10 persen an 90 persennya justru menggantungkan dari pemerintah pusat," ujar dia.
Gubernur Jabar Ridwan Kamil berencana membuat pemekaran DOB dari 27 kota/kabupaten menjadi 40 kota/kabupaten untuk mempermudah pelayanan dan meningkatkan kesejahteraan publik.
Lantas, perlukah di Jabar ada DOB, menurutnya, itu tidak mungkin terjadi selama pemerintah pusat memberlakukan moratorium.
"Selama moratorium berlaku pasti tidak akan terealisasi. Kecuali ada kajian komprehensif pentingnya DOB di Jabar, seperti misalnya di Bogor, satu kabupaten penduduknya 5 juta, itu bisa saja perlu. Tapi perlu disertai data dan kajian komprehensif," katanya.