Melemahnya Rupiah Akibat Fundamental Ekonomi Indonesia Belum Kuat
Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan menilai penyebab melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS)
Editor: Content Writer
Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan menilai penyebab melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS), selain karena adanya krisis global, juga karena kondisi fundamental ekonomi Indonesia yang belum kuat. Krisis global itu, seperti krisis yang melanda Turki bahkan sampai ke Argentina.
Hal itu diungkapkannya dalam diskusi Dialektika Demokrasi bertema “Pelemahan Rupiah: Dampak dan Solusinya” di Media Center DPR RI, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (06/9/2018).
Selain Heri, hadir juga Anggota Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun (F-PG), Anggota Komisi XI DPR RI Eva Kusuma Sundari (F-PDI Perjuangan), dan Anggota Komisi XI DPR RI Refrizal (F-PKS) sebagai pembicara.
Namun di sisi lain, ia melihat ada joke yang menyebutkan, saat nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dari Rp 12.000 melemah ke angka Rp 13.000, itu karena pengaruh The Fed.
Kemudian saat di level Rp 13.000 ke Rp 13.500, karena dipengaruh geopolitik. Lalu saat rupiah melemah ke angka Rp 13.500 ke Rp 14.000, imbas dari perang dingin antara China dan Amerika. Saat di level Rp 14.000 ke Rp 14.500, merupakan dampak dari krisis Turki.
“Dan ketika menyentuh level lebih dari Rp 15.000, karena Argentina. Saya pikir sih, memang betul kalau kita memang emerging market itu pasti akan berimbas. Tetapi kembali lagi pada fundamental ekonomi kita. Kalau fundamental ekonomi kita kuat, rasanya hal ini tidak perlu kita khawatirkan,” jelas Heri.
Tapi sayangnya, lanjut politisi Partai Gerindra itu, fundamental Indonesia belum kuat. Dan ini terkesan sering ditutup-tutupi.
Heri mencontohkan beberapa waktu lalu, dimana Presiden menyampaikan RAPBN 2019 beserta Nota Keuangannya dihadapan Rapat Paripurna DPR RI, dikatakan terjadi defisit APBN sampai tiga persen.
“Namun apa yang terjadi, Nota Keuangan yang disampaikan dengan anggaran lebih dari Rp 2.400 triliun, bukannya membuat mata uang rupiah membaik, malah terus menurun. Nampaknya ada sesuatu yang patut dibuka dan diketahui bersama, bahwa faktor fundamental kita memang kurang kuat,” tegas Heri.
Politisi dapil Jawa Barat ini menyarankan agar Pemerintah membuat sebuah kebijakan berupa peraturan, bukan sekedar imbauan kepada para eksportir untuk menukarkan dolarnya dalam bentuk rupiah.
Pasalnya, tidak sedikit eksportir yang mendapat bantuan modal dari Indonesia dalam bentuk mata uang rupiah.
Namun ketika mengekspor barang, mereka mendapatkan uang dalam bentuk dolar AS, dan mereka tidak ingin menukarkannya lagi ke dalam rupiah.
“Pemerintah perlu membuat sebuah kebijakan, kalau perlu peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu), dan bukan sekedar imbauan kepada para eksportir untuk menukarkan dolarnya ke rupiah. Hal itu bisa membuat dolar berkurang dari Indonesia, dan rupiah pun akan menguat,” pungkasnya. (*)