Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

MA Bolehkan Napi Koruptor Jadi Caleg, Gerindra: Ini Pelajaran Bagi KPU Agar Buat Aturan yang Jelas

"KPU silakan bersikap, yang saya sayangkan dari KPU adalah soal produk-produk aturannya."

Editor: Adi Suhendi
zoom-in MA Bolehkan Napi Koruptor Jadi Caleg, Gerindra: Ini Pelajaran Bagi KPU Agar Buat Aturan yang Jelas
Adiatmaputra Fajar
Sufmi Dasco Ahmad 

Laporan wartawan Tribunnews.com, Willy Widianto

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Partai Gerindra menghormati keputusan Mahkamah Agung (MA) yang dalam vonisnya memperbolehkan mantan narapidana korupsi mencalonkan diri menjadi calon anggota legislatif.

"Kita ikut hormati proses hukum yang sedang berlaku, bahwa kemudian ini menjadi kontraproduktif karena ada (caleg) yang sudah kita keluarkan dari daftar, bagi yang belum lanjut saja," ujar Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad saat dihubungi Tribunnews, Jumat(14/9/2018).

Baca: Jokowi: Jangan sampai karena Pemilihan 5 Tahun Sekali Kita Menjadi Terpecah-pecah

Kendati demikian kata Dasco, Komisi Pemilihan Umum (KPU) harus segera menyikapi keluarnya putusan MA tersebut.

Adanya gugatan terhadap Peraturan KPU harus dijadikan pelajaran untuk lembaga penyelenggara pemilu tersebut agar ke depan aturan-aturan yang dibuat tidak digugat lagi.

"KPU silakan bersikap, yang saya sayangkan dari KPU adalah soal produk-produk aturannya. Agar nantinya produknya yang dibuat lebih matang lagi, jangan hanya buat pencitraan, kalau begini kasihan Bawaslu, kalau bikin produk (aturan) yang jelas dan benar," ujar Dasco.

Baca: Bagaimana Mencegah Bisul dan Korengan pada Anak Agar Tak Infeksi

Anggota Komisi III DPR ini juga mempertanyakan kinerja KPU dalam membuat sebuah produk hukum.

Berita Rekomendasi

Apakah dalam pembuatannya mereka meminta masukan dan saran dari para pakar hukum termasuk mengundang Bawaslu atau tidak.

"Secara norma setuju, semangatnya baik, tapi secara aturan ini rawan digugat. Apakah mereka (KPU) mengundang pakar hukum saat membuat sebuah produk aturan?harusnya juga mereka mengundang Bawaslu," kata Dasco.

Baca: Partai Demokrat Akan Gugat Asia Sentinel dan John Berthelsen

Untuk sekedar informasi, Mahkamah Agung (MA) memutus uji materi Pasal 4 ayat (3), Pasal 7 huruf g Peraturan KPU (PKPU) Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/kota dan Pasal 60 huruf j Peraturan KPU Nomor 26 Tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota DPD terkait larangan mantan narapidana kasus korupsi, bandar narkoba, kejahatan seksual terhadap anak, menjadi bakal calon anggota legislatif (bacaleg) dalam Pemilu 2019.

MA mengabulkan uji materi dua Peraturan KPU (PKPU) tersebut. Sehingga, mantan narapidana dalam kasus tersebut boleh mencalonkan diri sebagai calon anggota legislatif (caleg).

Baca: KPU Ogah Tanggapi Putusan MA Soal Diperbolehkannya Mantan Narapidana Korupsi Jadi Calon Legislatif

"PKPU itu sudah diputus, dan putusannya untuk napi pidana. Permohonan pemohon itu dikabulkan, menjadi kembali dalam ketentuan undang-undang," kata Juru Bicara MA, Suhadi.

Suhadi menjelaskan, kedua PKPU itu dinilai bertentangan dengan Pasal 240 ayat (1) huruf g Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Pasal 240 ayat (1) huruf g Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Aturan menyebutkan “bakal calon DPR dan DPRD harus memenuhi persyaratan: tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih, kecuali secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana.”

"PKPU dibatalkan oleh MA, jadi undang-undang mengatur membolehkan mereka menjadi calon walau setelah 5 tahun," kata dia.

Selain itu, kata dia, materi kedua PKPU itu, bertentangan dengan Putusan MK No. 71/PUU-XIV/2016, yang telah memperbolehkan mantan narapidana menjadi calon anggota legislatif, sepanjang yang bersangkutan mengumumkan kepada publik bahwa dirinya merupakan mantan terpidana.

"Oleh putusan MK dihapuskan asalakan mengumumkan kepada publik, dan putusan MA mengembalikan kepada undang-undang, PKPU itu betentangan dengan undang-undang," tambah Suhadi.

Adapun, majelis hakim yang memeriksa permohonan ini terdiri dari tiga hakim agung yakni Irfan Fachrudin, Yodi Martono, Supandi dengan nomor perkara 45 P/HUM/2018 yang dimohonkan Wa Ode Nurhayati dan KPU sebagai termohon.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas